Wednesday, March 30, 2011

UUD 45 PASAL 33

UUD 45 PASAL 33
UUD 45 Pasal 33 – Sosialisme Sektor Ekonomi dan Produksi Keinginan pemerintah dan para politikus untuk merambah ke berbagai aspek kehidupan ekonomi masyarakatnya nampak pada awal konstitusi Indonesia dan amendemennya.

Dibidang ekonomi, pasal 33 dan pasal 34 UUD 45 nampak jelas nuansa sosialismenya.

Dengan amendemen IV menjadi lebih lengkap, kecuali pasal 33 UUD 45 ayat 4 (amendemen) yang maknanya tidak jelas. Jangan heran kalau pada penerapannya ke undang-undang dan tindakannya pemerintah menjadi sangat mengganggu.

Pada saat negara Republik Indonesia didirikan para founding father, berpikir bahwa peran dan posisi pemerintah bak sang maha kuasa, pemberi kehidupan dan pemelihara rakyat yang menjadi miliknya. Pengaruh komunis Russia/Uni Soviet sangat kuat. Walaupun di dalam UUD 45 tidak ada pasal yang menyatakan perampasan tanah dari tuan-tuan tanah, tetapi dikemudian hari pembatasan kepemilikan tanah melalui undangundang land-reform menunjukkan nuansa komunis.

Kemudian, dasar perekonomian Indonesia dinyatakan dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 45, walaupun tidak nampak jelas, tetapi penafsirannya juga berbau komunis/sosialis.

Ketika dibuat amendemen UUD 45 di tahun 1999 – 2002, nuansa sosialis (kalau tidak mau disebut komunis) semakin kental. Peran pemerintah dan perencanaan terpusat di pemerintahan semakin kuat cengkramannya. Inisiatif, kebebasan berusaha terasa semakin dikurangi.

Entah apa yang ada di dalam benak para pembuat undang-undang. Tidakkah mereka tahu bahwa kemakmuran berbanding lurus dengan kebebasan berusaha/ekonomi. Dan nampaknya yang namanya kebebasan semakin dipasung dan Indonesia menjadi semakin sosialis.

Pasal 33 UUD 45:

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (amendemen IV, 2002.)

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. (amendemen IV, 2002)

Kemakmuran tidak bisa diciptakan dengan membuat undang-undang atau aktifitas-aktifitas berpolitik. Apakah padi akan tumbuh lebih subur atau minyak sawit keluar lebih banyak karena para politikus dan birokrat bersidang lebih lama atau undang-undang bertambah banyak?

Atau orang lebih banyak ikut partai politik, organisasi kedaerahan? Untuk orang berpikirnya sederhana seperti saya ini, padi hanya akan tumbuh subur, kebun hanya akan berbuah lebih banyak, pabrik hanya bisa menghasilkan sepatu yang lebih banyak dan baik kalau orang bekerja di sawah, kebun atau pabrik lebih effisien dan lebih giat.

Jadi kalau selama 6 dekade trendnya bukan terfokus pada aktifitas langsung untuk menaikkan kemakmuran, maka jangan mengharapkan hasil yang berbeda. Hanya orang gila atau idiot yang mengharapkan hasil yang berbeda sementara apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya sama.

Itulah sebabnya saya skeptis bahwa GDP US$ 18.000 per tahun identik dengan kemakmuran. Saya tidak yakin kemakmuran akan dicapai dalam 2-5 dekade ke depan.

Koperasi ditafsirkan sebagai alat perwujudan dari ayat 1. Itu letak persoalannya. Tidak ada koperasi yang bisa berkembang menjadi perusahaan-perusahaan besar seperti Toyota, Honda, Nokia, Boing, atau Microsoft dan menyediakan lapangan kerja yang besar.

Memang ada juga yang bisa berkembang dalam ruang lingkup nasional. Dan itu karena milik pemerintah. Di Indonesia yang bisa berkembang besar adalah koperasi milik pemerintah yaitu KUD (Koperasi Unit Desa) yang tugas dan misinya menunjang sektor pertanian di jaman Suharto.

Di dalam lingkungan kekeluargaan tidak menumbuh-suburkan kultur kompetisi yang menjadi pendorong kemajuan, menciptakan produk yang dengan mutu tinggi dan kompetitif serta berkembang menjadi besar sehingga bisa menyerap banyak kenaga kerja.

Jadi jangan terlalu berharap banyak kepada koperasi kalau tujuannya kemakmuran. Tujuan yang bisa dicapai oleh koperasi hanyalah suasana kerja yang tenang dan santai (pemakaian waktu yang tidak effektif).

Pemikiran bahwa monopoli oleh pemerintah sektor-sektor produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak akan membawa kemakmuran didasari oleh asumsi bahwa kultur birokrat dan kultur swasta adalah selalu sama.

Kenyataannya tidak demikian. Kultur bisnis swasta di alam non-monopolistik mengedepankan kepuasan pelanggan. Siapapun yang tidak bisa memuaskan pelanggannya akan punah dengan sendirinya. Disini ada semacam pemaksaan dan tekanan alami kepada penyedia jasa untuk terus memberikan layanan yang terbaik. Di dalam sistem monopoli, apalagi monopoli oleh pemerintah, konsumen tidak mempunyai pilihan.

Sehingga produsen tidak perlu memikirkan kepuasan konsumen. Suatu kasus yang menarik ialah sektor telepon. Siapapun yang mengalami sendiri perteleponan di Indonesia, tahun 1970an tahu bagaimana buruknya.

Jasa telpon pada saat itu masih dipegang badan yang berbentuk perusahaan negara, mungkin karena dianggap menguasai hajat hidup orang banyak. Untuk memperoleh sambungan telepon di rumah saja perlu waktu bertahun-tahun (baca: bertahun-tahun).

Kadang harus menyogok supaya lancar prosesnya. Biaya yang dikeluarkan bisa jutaan rupiah. Untuk tahun 1988, kami harus mengeluarkan pelicin Rp 3 juta rupiah (kira-kira ekivalen dengan 180 gram emas.

Sebagai perbandingan, harga rumah type 60 – luas bangunan 60 m2 dan luas tanah 100 m2 adalah Rp 18 juta). Padahal pada tahun-tahun itu, kalau minta sambungan telepon di Toronto, Canada, misalnya, hanya perlu waktu beberapa hari (1 sampai 3 hari). Itu pengalaman pribadi. Telpon dimasa itu adalah barang yang lux di Indonesia, bukan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak.

Perkembangan pertelponan di Indonesia membaik dengan perubahan bentuk pengelolanya dan perundang-undangannya. Tahun 1989 setelah peran swasta dimasukkan, untuk memperoleh telpon menjadi lebih mudah.

Tahun 2000an ke atas, ketika monopoli dihapuskan, anda bisa memperoleh telpon (telpon-sellular) kapan saja dengan kwalitas dan harga yang kompetitif. Hampir semua golongan masyarakat, dari mulai pembantu dan pemulungpun saat ini bisa menikmati telepon (sellular). Telepon bukan lagi barang mewah. Faktor teknologi memang ikut mempunyai andil dalam hal ini.

Tetapi tanpa penghapusan monopoli, percepatan perkembangan penggunaan telpon sampai kepada pembantu, pemulung dan peminta-minta tidak akan secepat itu.

Kasus telepon adalah kasus yang unik, karena ketika dimonopoli oleh pemerintah (mungkin dianggap menguasai hajat hidup orang banyak) di tahun sebelum 1980an, telepon menjadi barang mewah, yang untuk memperolehnya orang harus menunggu bertahun-tahun dan harus menyogok.

Ketika dibebaskan dari monopoli pemerintah, telepon menjadi barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, semua orang aktif menggunakannya.

Dari mulai para direktur perusahaan sampai ke pemulung, sibuk berSMS dan chatting. Sampai-sampai banyak kecelakaan lalu-lintas akibat mengoperasikan telepon sambil mengemudi sepeda motor.

Pernahkah anda berpikir kenapa di kota-kota Malaysia dan Singapura rakyatnya banyak yang bisa menikmati air minum bersih sedangkan di ibu kota Indonesia - Jakarta, air ledeng susahnya setengah mati.

Sebab pertama ialah bahwa perusahaan pemerintah yang mengelola air minum di Malaysia dan Singapura lebih becus dari pada di Indonesia. Dan yang kedua adalah karena dalam hal pengelolaan air di Indonesia alternatif lain sudah tidak ada, opsi ini yang sudah ditutup oleh monopoli pemerintah.

Pada pasal 33 ayat 3 UUD 45: “Bumi, air dan kekayaan alam, dikuasai negara........”. Kalau swasta dibebaskan menguasai bisnis air ledeng, termasuk menentukan harganya, mungkin situasinya menjadi lain.

Buktinya, ketika swasta dibolehkan menguasai air minum kemasan botol, semuanya beres dan memberi kemakmuran bagi rakyat. Pemulung dan pengemispun sekarang minum air kemasan.

Tentu saja harganya lebih mahal dari air ledeng karena kemasan botol plastiknya sudah mahal. Sayangnya untuk mandi air ledeng belum ada, karena swasta belum dibebaskan masuk saling bersaing (termasuk menentukan harga).

Andaikata kebebasan diterapkan untuk air ledeng, seperti halnya air minum kemasan, swasta dibiarkan bersaing bebas tanpa ada pembatasan harga dengan perusahaan–perusahaan air ledeng pemerintah, niscaya banyak rakyat yang bisa menikmati air mandi bersih.

Walaupun ada resiko mematikan perusahaan pemerintah kalau kultur perusahaan pemerintah tidak berubah. Kasus air minum (kemasan) ini membuktikan bahwa sektor yang dikuasai swasta lebih beres dan lebih memberikan kemakmuran bagi rakyat.

Indonesia di masa depan punya peluang yang besar untuk mengalami krisis minyak dan gas. Sebabnya sederhana saja. Tidak lain karena campur tangan pemerintah semakin banyak di sektor ini.

Sebelum tahun 2001, ketika Pertamina mengelola sektor perminyakan dan gas bumi di Indonesia melalui BPPKA (Badan Pembinaan Pengusahaan Kontraktor Asing), birokrasi lebih pendek.

Pertamina sebagai badan semi-swasta kulturnya sedikit banyak masih berbau swasta. Walaupun nama Badan Pembinaan Pengusahaan Kontraktor Asing (BPPKA), terutama kata “Pembinaan” sangat ironis dengan kenyataan, karena secara teknologi, Pertamina harus dibina oleh kontraktornya yang punya teknologi yang maju, bukan sebaliknya.

Siapa yang harus dibina kalau sampai tahun 2010, Pertamina tidak punya teknologi lepas pantai, Pertamina tidak punya ladang di lepas pantai, sedangkan pada dekade 70an saja, banyak kontraktor asing sudah masuk di sektor produksi minyak dan gas di lepas pantai.

Semangat reformasi pasca rejim Suharto, merombak tatanan lama. UU No. 22 Tahun 2001 mencabut posisi Pertamina/BPPKA sebagai regulator. Dan sebagai gantinya diambil Pemerintah melalui Badan Pelaksana Migas (BPMigas).

BPMigas inilah sebagai kepanjangan Pemerintah, sebagai regulator manajemen kontraktor produksi minyak dan gas (PSC, Production Sharing Company). Ternyata cara kerja BPMigas lebih micromanagement, mengurusi dan mencampuri hal yang kecil-kecil.

Kalau rejim Suharto pemerintah mengurusi siapa yang boleh kerja di PSC, pada rejim reformasi fokusnya pada remeh-temeh yang dikerjakan kontraktor. Banyak proyek yang terhambat. Produksi minyak dan kondensat Indonesia turun dari level 1,670 juta barrel per hari tahun 199135 ke 950 ribu barrel per hari tahun 200936.

Micro-management menjadi lengkap ketika dikeluarkannya no 41 tahun 2008 yang salah satunya menyangkut pembatasan cost recovery sebagai bagian untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dan undang-undang ini kemudian dijabarkan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 tahun 2008. Sejak saat itu cost recovery menjadi salah satu agenda DPR dan pemerintah. UU 41 tahun 2008 setahun kemudian direvisi dengan UU no. 26 tahun 2009.

Indonesia yang menganut sistem bagi-hasil produksi minyak, mempunyai mekanisme cost recovery sebagai jalan bagi kontraktor untuk mengklaim kembali biaya produksi dan investasi yang dikeluarkan.

Ini termasuk gaji pegawai, perawatan/pembelian/sewa alat, dan lain sebagainya. Micro management ini mencabut dari cost recovery semua programprogram yang sifatnya sebagai pemberian insentif guna mencegah keluarnya karyawan.

Dan yang paling konyol lagi tidak bisanya cost recovery untuk, quote, “surplus material yang berlebihan akibat kesalahan perencanaan dan pembelian. Pembangunan dan pengoperasian projek/fasilitas yang telah Place into Service (PIS) dan tidak dapat beroperasi sesuai dengan umur ekonomis akibat kelalaian Kontraktor Kontrak Kerja Sama.”

Perhatikan kata “kesalahan” dan “kelalaian” pada cuplikan peraturan menteri ini. Setiap orang yang waras yang bekerja di perusahaan yang berorientasi keuntungan tidak akan mau berbuat salah dengan sengaja sehingga perusahaannya rugi.

Di satu sudut BP Migas ditekan untuk “berprestasi” dengan menekan cost dan cost recovery, sehingga membuat BP Migas seperti auditor dan penyidik.

Di sudut lain PSC menjadi enggan berinvestasi karena dihambat oleh gaya penyidik BP Migas dan takut biaya yang dikeluarkan tidak bisa mendapatkan cost recovery. Akibatnya pembangunan penemuan-penemuan minyak mengalami hambatan. Dari pengalaman, terkadang produksi dari suatu penemuan ladang minyak harus menunggu 4-6 tahun (bisa lebih lama).

Padahal sebelum UU No. 22 Tahun 2001 dan reformasi, rata-rata hanya perlu 40 bulan bila memang temuan ladang minyak itu ekonomis untuk diproduksi. Produksi minyak Indonesia menurun drastis sejak krisis moneter 1997 dan sejak itu tidak pernah bisa mendongkrak produksi. Dan Tahun 2004 Indonesia menjadi net-eksportir minyak

Negara yang katanya kaya akan sumber daya alam, kaya minyak, ternyata menjadi negara pengimport minyak. Semakin berkurang perusahaan yang betul-betul mau investasi disektor minyak.

Untuk tahun 2009 misalnya, dari 17 blok eksplorasi minyak yang ditawarkan pemerintah, hanya 2 diambil peminat. Padahal tahun 2008 ketika UU yang mengatur cost recovery belum diterapkan, ada 25 blok konsesi yang ditawarkan dan 22 diambil peminat.

Walaupun masih banyak prospek cekungan-cekungan geologi yang mempunyai potensi cadangan minyak, tetapi peminatnya menyurut sejak UU yang menyangkut cost recovery diberlakukan. Tragis, Indonesia berubah dari ekportir minyak menjadi importir minyak. Kalau swasta tidak berminat, kenapa tidak negara saja yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi saja? Bukankah bunyi kalimat di UUD 45 adalah:

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Anda yang kritis, skeptis akan berpikir...., pemerintah bukan organisme makhluk hidup yang perduli dan punya motivasi untuk memakmurkan rakyat dengan keringatnya sendiri.

Mereka adalah sekumpulan individu – politikus dan birokrat – yang mengejar kepentingannya sendiri. Ide bahwa sektor-sektor yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak, kekayaan alam dan sumber daya mineral dikuasai oleh negara, terbatas menjadi ide bahwa swasta yang berkeringat mencari sumber-sumber alam, mengolahnya, menanggung resiko gagal dan ingat bila sukses para birokrat/politikus yang dapat nama dan keuntungan.

Tetapi semua ada batasnya. Bisnis adalah bisnis, bila resiko yang ditanggung swasta terlalu besar, maka mereka akan mengatakan: “Go to the hell!!.”

Aida C'est
January 5 at 4:10am · Unlike · Report
You, Asrianty Purwantini, Uniq Qc Rika, Hendarmin Ranadireksa and 9 others like this.
50 of 64

Basri Hasan bung Syafril, pengertian "takut" dinegeri ini dengan di Washington dan Beijing sangat berbeda mas, check dulu berapa jumlah pembelian Cina atas obligasi US Gov, taksiran saya tidak kurang dari 5 milyar USD (check sama Fred Winokan angka pasti), artinya Cina sangat berkepentingan ekonomi US jadi sehat. Kemarin di Seoul US minta devaluasi yuan, biasa tuh US selalu minta lebih, krn tidak mungkin, Cina mau merem Korut. Jangan lah kaum inteligensia Indonesia ikut2nakut2in rakyat. Bawa dong mbak Hendri kediskusi ini? Salam
January 7 at 10:35am · Like
Basri Hasan bung Nasche, anda mungkin salah satu yang tidak percaya akan ada revolusi di Indonesia kan? Saya juga, mana mungkin bisa revolusi dengan berketuhanan yme ha ha
January 7 at 10:38am · Like · 1 person
Herlin Delly Pak basri china itu sdh siap dari sisi teknologi , rakyat siap segala menghadapi liberalisasi tinggal membuka kran dan itu 60 thn mereka siapkan teknologi ,mental syatem . Kita ni aapa ??????? Semua import , buat sepeda aja masih dari taiwan
January 7 at 10:39am · Like · 1 person
Basri Hasan bung Delli, yang jelas saya agen kemanusiaan atau humaniter, selama masih manusia dari bumi, belum tahu ya kalau manusianya dari planet lain, lihat2 dan dialog dulu. Kalau anda apa tidak merasa diperalat oleh oligarki yg pakai tameng uud45? Entah kalau kebagian juga, BTW SPT Pajak 2010 sudah masuk belum?
January 7 at 10:41am · Like
Basri Hasan Bertanya dong kenapa kita tidak pernah menguasai teknologi? Ini hal yang substansial sekali.
January 7 at 10:43am · Like · 1 person
Syafril Sjofyan Siip bung Basri,..saya sudah bawa mbak Hendri Saparini ke grup, kesibukan beliau yang masih laris ( hehehe belum pensiun ),..mungkin belum berinteraksi. Tidak bisa dipungkiri interaksi dunia saling mempengaruhi dan saling membuat ketergant...See More
January 7 at 10:49am · Like · 2 people
Basri Hasan Mantab bung Syafril, saya menyimpulkan Indonesia itu tertinggal karena pakai uud45, harusnya anda sepakat, seperti yg diuraikan Aida diatas hasilnya hanya spanyolan BUMN+birokrasi++kemiskinan buat rakyat. Sayang rakayat yg didominasi mitologi cukup dihadiahi dzikir dan istigosah supaya tetap beriman dan bertakwa serta sabaaar terus. Bagimana bung Herlin?
January 7 at 10:54am · Like · 1 person
Nasche Ammad Basri Hasan@..Revolutions have occurred through human history and vary widely in terms of methods, duration, and motivating ideology. Their results include major changes in culture, economy, and socio-political institutions........far away fr the reality of Indonesian culture.
January 7 at 2:07pm · Like
Basri Hasan Bung Nasche, belum pernah ada revolusi di indonesia yg ada hanya chaos dan amok. Sekarang belum ada juga tanda2 kearah sana, silahkan tunjukkan kalau ada.
January 7 at 2:20pm · Like
Nasche Ammad Basri Hasan@...by now....sangat jauh panggang dari api kearah yg Bung maksudkan, coz.. pertumbuhan GDP yg begitu significant...tanpa di genjot saja tahun 2011 ini bisa mencapai 7%....sebagai info tuk optimistic real GDP Propinsi Jatim thn 2010 saja sudah mencapai 7.3%, ini dikarenakan ada add value dari devisa yg melimpah ke propinsi dimaksud.
January 7 at 2:34pm · Like
Muh. Nur Taqwim Pak Basri Hasan : (... Sayang rakayat yg didominasi mitologi cukup dihadiahi dzikir dan istigosah supaya tetap beriman dan bertakwa serta sabaaar terus....) Menurut pengamatan bapak, ada berapa persen rakyat yang memperoleh hadiah tersebut ?
January 7 at 2:41pm · Like
Mas Arifin Brandan salam revolusi! terkait dengan pasal 33, kita perlu renungi kehidupan rakyat desa yang kondisinya jauh dari standar sejahtera. kemakmuran bersama adalah lamunan hampa, meski konstitusi pasal 33 mengamanatkan secara lugas dan gamblang. baikl...See More
January 7 at 2:45pm · Like · 2 people
Muh. Nur Taqwim Mas Arifin Bandan : Hampir semua wilayah di negeri ini mengalami hal yang serupa dan kita hanya bisa menyesalinya....
January 7 at 2:51pm · Like · 1 person
Hadi Supranoto sebagainama..Nya..
January 7 at 2:54pm · Like
Hadi Supranoto Patut Ditemukan Sebuah Solusi...
January 7 at 2:54pm · Like
Affetto Sena Kawasan Indonesia, dan negara berkembang, memang ternyata belum siap dengan sistem perdagangan bebas dalam arti yang sebenarnya. sebab individu-individu dalam negara berkembang masih senang dinina bobokkan pemerintah dengan kebijakkan polit...See More
January 7 at 3:37pm · Like · 2 people
Bambang Mardiyanto Bungbasri@: yg pertama: "sikap dan mental" itu faktor utama ..orang pinter kita banyak tapi tidak ahli karena mentalnya tetap calo yg malas , kedua: sistem nya yang tdk konsistent apa berbentuk public service atau swastanisasi,dan yg ketiga : dewasa ini nilai2 luhur /mythologi bangsa jelas sudah banyak yg tidak peduli,maka kita bergerak dengan jiwa budak belian / ada uang semua bisa diatur,ketiganya ini berpadu dalam budaya korupsi yg tampil bak primadona di benak para koruptor.
January 7 at 4:20pm · Like · 2 people
Basri Hasan Mas Bambang; cuplik: orang "pinter" kita banyak, masih jauh dibawah india dan china mas, dan belum ada satupun yg meraih nobel.
Soal kemalasan dan inkonsistensi, sepakat, menurut saya justru berakar dari sistem bernegara yg mempraktekkan fe...See More
January 7 at 4:36pm · Like · 1 person
Bambang Mardiyanto Bung basri : saya catat bung ....bukan masalah kok.trimakasih @ salam revolusi.
January 7 at 4:45pm · Like
Syafril Sjofyan ‎@Bung Bambang @Bung Basri, tetangga kita Malaysia konon kabarnya orang Indon lebih pintar (pengakuan Malasysia),..dibuktikan dgn tenaga guru, dosen bahkan tenaga ahli dari tukang bordir dari padang, tukang batik dari jogya, tukang buat pes...See More
January 7 at 5:06pm · Unlike · 3 people
Basri Hasan ‎"Munafik" kata kunci bung Syafril, jabat erat sepakat. Dimulai dari "negara berdasarkan ketuhanan yme"...dst.
January 7 at 5:12pm · Like · 1 person
Basri Hasan ‎@bung Syafril, sebagai addendum silahkan kritisi Docs; Ekonomi Kita. Salam
January 7 at 9:09pm · Like
Nasche Ammad Basri Hasan@....4 ur info only ; nobel-nobel yg Bung maksud tsb adalah tuk kepentingan politik barat kok, sama dengan Van Mook waktu di Indonesia dengan "devided at empire" nya.
January 8 at 5:59am · Like
Basri Hasan Kuno dan kurang gaul banget kalau Nobe Prize disebut "kepentingan barat" memangnya timur punya apa? Anda kenal nama Chandra Sekar dan Venkataraman? Dua orang penerima Nobel dari India, yg sampai hari ini rumus2nya masih dipakai di nuclear dan colour physics. Buang deh sikap sentimen anda, jadi ragu saya atas evaluasi anda atas kinerja ekonomi SBY.
January 8 at 6:37am · Like · 2 people
Nasche Ammad Yeuuuppp...muantaappp....next time better,,,"just to call yr memory",.....
January 8 at 6:48am · Like
Nasche Ammad Basri Hasan @... again, just to recall your memory re nobel prize:
Desmond Tutu:
Its time to expose the sins of the Nobel prize winning clergyman that has called for against East, whom he calls a "peculiar people."

Ahmadinejad to Gaza convo...See More
January 8 at 7:03am · Like · 1 person
Budi Praseno setuju pak Bas. Jepang itu peroleh nobel terbanyak di Asia. itu sangat wajar dan adil. anggara riset jepang sangat besar ,jauh lebih besar dari APBN RI.
January 8 at 8:46am · Like
Basri Hasan Aha, ahmadinejad cemburu Shirin Ebadi yg dapat Nobel cemburu kali ya. Kalau Nobelis perdamaian ada kontroversi dimaklumi, tapi dibidang sains. Lucu kalau meragukan. Esensinya justru kehormatan itu.
January 8 at 10:26am · Like
Budi Praseno yups. memang kalau politik pasti kontroversi terjadi. dibidang sains kalau keberatan boleh juga buat ahmad baiquni prize diidang fisika, habibi prize dibidang teknologi , bung karno prize dibidang kebangsaan dan nasioanlisme.
January 8 at 10:29am · Like
Nasche Ammad Basri Hasan@...how about Desmond Tutu??...
January 8 at 10:31am · Like
Nasche Ammad Basri Hasan@....u said "Aha, ahmadinejad cemburu Shirin Ebadi yg dapat Nobel cemburu kali ya"...yeuupp.. ur phatetic comments re the neobel prize "sah-sah saja", but how about that the Bishop Desmond Tutu,and ChineseGov's court denounces awarding of Nobel prize .....I'w waiting u r answer...bismillah...salam hormat.
January 9 at 6:02am · Like
Gatholoco Wong Sudra Menanggapi pasal 33 sedikit rada sulit, karena seperti kita tahu bahwa UUD 1945 & Pancasila ini jika diilustrasikan adalah ibarat pisau. Dimana pisau itu akan berguna bagi si pemegang, mau dikatakn pisau ini adalah berguna bagi siapa atau ...See More
January 9 at 12:24pm · Like · 2 people
Basri Hasan ‎@Gatholoco, jangan ambigu terus.
January 9 at 12:29pm · Like
Basri Hasan ‎@Nasche; kenapa anda menegakkan argumen non substansial?
January 9 at 12:32pm · Like
Gatholoco Wong Sudra kenapa ambigu pak basri ? bukankah monopoli yang menjadi titik persoalannya ? & monopoli biasanya berpihak kepada kepemilikan modal, bukan kepada masyarakat to ?

Kekayaan alam harus dikuasai oleh negara untuk hajat hidup orang banyak, bukan...See More
January 9 at 12:35pm · Like
Basri Hasan Anda tahu itu tidak akan pernah bisa efektif selain spanyolan.
January 9 at 12:56pm · Like
Gatholoco Wong Sudra hehehehe, ya betul sampai saat ini kan pak ? namun saya yakin dengan pola2 pemikiran sedulur2 disini banyak yang bisa digali serta diperbaharui, terutama pada aturan mainnya atau derivasi perundang - undangan, bukan pada esensi UUD 1945.
January 9 at 12:59pm · Like
Wawan Nike Basri Hasan @Gatholoco, jangan ambigu terus. ,.............ambigu itu apa pak basri?
January 9 at 1:01pm · Like
Ade Muhammad UUD 45 itu bukan al quran atau kitab suci ... itu produk manusia yg bisa salah ... dan terbukti salah ... mari kita lakukan rekonstruksi sistem bernegara dengan prinsip prinsip bernegara yang benar ...
January 9 at 1:02pm · Like
Wawan Nike Pasal 33 UUD 45:



1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
...See More
January 9 at 1:04pm · Like · 1 person
Basri Hasan Saya tidak pernah ambigu (ragu2, ambivalen), hapus saja uud45, rekan2 lain yg masih berbelit-belit dan ragu2
January 9 at 1:05pm · Like · 1 person
Wawan Nike UUD 45 itu bukan al quran atau kitab suci : sepakat
... itu produk manusia yg bisa salah ... : apakah bukan kesalahan pelakunya yang tidak bisa menerjemahkan?

dan terbukti salah ... : bukti konkrit malah para sarjana yang memiliki kecerdasa...See More
January 9 at 1:07pm · Like
Gatholoco Wong Sudra Waduh, sebentar2, mohon penjelasan & paparan terlebih dahulu kesalahan2 dalam UUD 1945 pak, karena dlam UUD 1945 juga termaktub Pancasila & bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa yang lahir dari perikehidupan bangsa ini beratus - ratus tahun dengan segala evolusinya... silhakan pak & semoga ini bisa menambah wawasan kita.
January 9 at 1:17pm · Like
Gatholoco Wong Sudra wawasan saya maksudnya, hehehehe salah ketik, maaf.
January 9 at 1:17pm · Like
Ade Muhammad yang salah dalam UUD 45 terletak di batang tubuh ... sesaat kita akan keluarkan gambarnya
January 9 at 1:24pm · Like
Gatholoco Wong Sudra siap mas ade, ditunggu, ini menarik, hehehehehe
January 9 at 1:25pm · Like
Ade Muhammad silahkan sudah kita tampilkan gambarnya ...
January 9 at 1:27pm · Like
Resmond Sembiring UU no. 25 tahun 2007, mengatur tentang penaman modal asing dan nasional .Uu ini masih membutuhkan peraturan pelaksaan setingkat uu,pp dan peraturan presiden,khususnya untuk melindungi ekonomi kerakyatan dari perusahaan. Pertanyaannya bilam...See More
January 9 at 2:09pm · Like · 1 person
Bambang Mardiyanto Pak RS @ : jadi kelompok bidang usaha yg tertutup dan terbuka dengan persyaratan itu juga sudah kebobolan to,kerampokan kita ini ya pak??,dengan alasan belum dibuat aturannya bisa saja keluar ijin operasinya gitu to??,waduh pantasnya digiring ke regu tembak orang2 yg terlibat,karena dah setimpal disebut pengkhianat menggunting dalam lipatan,bukan mengamankan malah mencuri kesempatan kosongnya aturan pelaksanaan,pinter keblinger/koruptor.
January 9 at 7:59pm · Like · 3 people
Resmond Sembiring Benar Pak Bambang.Permainan bahasa hukum. Membaca uu tsb, rasanya perut ini mau muntah. Lebih muntahnya lagi dalam pertimbangan hukum dan penjelasan uu, disebut bahwa eksploitasi sumber daya alam tak tergantikan sdh berlanjut 40 tahun yg lalu. Terbuktikan , bahwa pemerintah paska reformasi adl lanjutan orde baru. Maka tidak mengherankan selogan demokrat l a n j u t k a n kkkkk
January 10 at 12:39am · Like

No comments:

Post a Comment