Thursday, March 31, 2011

Pancasila Dalam Tubuh Pribadi Kita

JAYA! RAHAYU - WIDADA - MULYA.

Para Kadang Sutresna yang kami muliakan.
Sajian Kidung Pancasila baru saja berakhir kita sajikan, dalam rangka untuk nderek memasyarakatkan PANCASILA injinkanlah kami mulai hari ini menjajikan hasil renungan yakni 'PANCASILA DALAM DIRI PRIBADI KITA".
Sungguh kami kawatir seiring program Pemerintah & MPR untuk memasyarakatkan "4 PILAR DALAM BERBANGSA & BERNEGARA", dimana Kemediknas telah merangkul 16 kementerian lainnya juga pihak swasta, tak ketinggalan MPR merangkul pula "NU"! Kekawatiran kami adalah setelah "terbentuknya dosa kolektif bangsa dengan TAP MPR NO. II/MPR/1978 tentang Ela Prasetya pancakarsa" atau yang popoler dengan P4 dimana secara spiritual menggunakan kata 'PENATARAN PANCASILA" (salah satunya Penataran Sila I Ketuhanan Yang Maha Esa".

Mengapa dosa ? Karena kita selaku manusia yang terbatas/lemah telah jumawa berani menatar terhadap MAHA INTI DZAT, TUHAN SERU SEKALIAN ALAM, DZAT yang maha tanpa batas! Yang adoh tampa wangenan & cedhak tanpa senggolan & tan kena kinaya ngapa!

Kata "penataran" itulah letak kekufurannya! bagi yang susah mencerna mohon maaf kersoa ngagem 'RASA ING PANGRASA", maka akan merasakan kejumawaan itu! Di era reformasi & atau transisional ini justru kesalahan kita semakin masif, setelah UUD 1945 dipermak, direstorasi, dibikin baru dengan mengelabuhi rakyat dengan tetap memberinya label "1945". Hanya orang yang tidak waras,atau orang yang kehilangan dimensi "batiniah"nya, dan atau orang yang tak lagi konsisten dan konsekwen dengan 'LAKU HIDUP PANCASILA" yang dapat menerima UUD 2002 dengan menyebutnya itu UUD 1945!
Sila IV, esensi perwakilan sudah tak dikenal! Bayangkan unsur bangsa yang heterogen yang plural yang multi kultur yang berbhinneka hanya cukup diwakili oleh 'ELIT PARPOL SEMATA". Panitya Ad hoc MPR 1999 -2004 dan seluruh anggota MPR sadar atau tidak merekalah yang telah menghancurkan bangsanya sendiri! Lalu PANCASILA seperti itukah yang akan dipertahankan dan didayakan oleh Pemerintah ?.

Negara Prokalamsi Kesatuan Republik Indonesia (NPKRI) yang telah tercabik - cabik dalam otonomi daerah dan otonomi khusus yang kebablasan sehingga "Dauilat Negara" telah berhasil diamputasi ? Dimana Defence Cooperation Agreement (DCA) dengan Singapura yang hingga kini mentah adanya karena dianulir oleh Pemda yang daerahnya dijadikan areal Bravo itu ?. JUga konon setidaknya 76 UU adalah merupakan hasil ciptaan bangsa asing, bukan bangsanya sendiri ?. Bahkan Negara Berdasarkan atas "KETUHANAN YANG MAHA ESA" telah diredusir menjadi Negara Agama dengan syareat Islami dan syareat Kota Injili ?. Nah negara seperti itukah yang akan dilanggengkan oleh Pemerintah & MPR ?.

Bhinneka tunggal ika ?, dengan menjadikan anarkisme sebagai panglima, tak ada keleluasaan dan kebebasan guna menjalankan ibadah sesuai agama, keyakinan dan kepercayaannya! Nah itukah yang akan dilanggengkan oleh Pemerintah ?. Bila tidak, Mengapa sebagai negara hukum, ada sekelompok masyarakat yang mengancam bahkan ingin menurunkan presidennya serta Memesirkan Indonesia secara terang - terangan, diekspose media massa & electronic, justru aparat penegak hukum tidak bertindak sama sekali bahkan seolah sebagai gita berdawai yang merdu mengalun sukma ?.

Wahai para elit penyelenggara Negara, rakyat - kawula NUSANTARA akan berbahagia bila panjenengan berkenan untuk mengetuk nuranimu, rasa ing pangrasa pribadimu, seyogyanya penjenengan samya merasa mengemban amanah dan amanat TUHAN SERU SEKALIAN ALAM, jas yang penjenengan pakai, seragam yang panjenengan pakai, mobil yang panjenengan kendaraii, menu yang panjenengan lahap dan seribu satu lainnya itu berasal dari 'UANG RAKYAT"!.

Sudahilah jangan menambah dosa kolektif bangsa, Setidaknya kita telah diingatkan oleh alam, seperti : jumlah partai politik nasional dan lokal peserta PEMILU 2009, berjumlah 44! Manakala kita kerso mirsani Al - Qor'an surat ke 44 "ADUKHAAN" (KABUT) = ZAMAN KALA BENDU, ZAMAN KEGELAPAN, juga bagaimana Ketua MPR Taufik Kiemas pada acara Peringatan Hari Kedaktian PANCASILA pada 1 Oktober 2010, sekedar membaca teks PANCASILA saja salah!.

Oleh sebab itu segeralah kembali pada jati diri bangsa, PANCASILA & UUD 1945 pra amandemen. KUNCINYA TAK LAIN ADALAH DENGAN CARA " BENER (BENAR), PENER (TEPAT) DAN BERSIH (SUCI)".

SAMA SEKALI RAKYAT TIDAK MENOLAK ADANYA PERUBAHAN KARENA ADI KODRATINYA PERUBAHAN ADALAH SUNATULAH! PANTA RAI! Namun Perubahan yang "PERFECTION - PERFECTED" yang dibutuhkannya. BUKAN ASAL PERUBAHAN YG JUSTRU JAUH DARI AMANAT PROKLAMASI, AMANAT PENDERITAAN RAKYAT! Sumangga!.

KATA PENGANTAR
Puja & puji syukur serta pengagungan Asma – NYA tiada henti karena atas karsa dan kuasa – NYA seluruh mahkluk – NYA sedang diperjalankan sesuai fitrahnya masing – masing apapun adanya & apapun kadarnya.
Dalam mewujudkan rasa syukur atas diberkati dan dirahmati – NYA berdirinya Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia, pada 8 Ramadan 1364 H atau 9 Pasa 1476 SJ hari Jumat Legi, hari besarnya umat Islam yang bertepatan pada 17 Agustus 1945 yang berdasarkan PANCASILA dengan juklaknya UUD 1945 (pra amandemen) yang oleh para ahli dinyatakan masing – masing sebagai landasan idiologis dan landasan konstitusional itu serta bektinya terhadap Proklamator, founding fathers, para pejuang, para pahalawan, para syuhada dan para pendahulu kita yang telah mengorbankan waktu, kesenangan, dengan air mata dan harta serta darah bahkan nyawa mereka, sebagai baktinya terhadap Bunda Pertiwi Persada Nusantara ini yang menjadi saksi atas anugerah- NYA itu yang sekaligus melahirkan dan menyusui anak – anak bangsanya dengan penuh kasih sayang dan segala keperluannya ia cukupi dengan melimpah ruahnya SDA itu.

Dan tiada lupa pula kepada Bapa kita, Angkasa Raya yang telah memberinya O2 (oksigen – angin – udara yang ghaib) sehingga kita dapat hidup bahkan persenyawaannya dengan air (H2O) menghadiahkan Ozon (H2O3) yakni air kehidupan, nectar, air perwita sari, amreta, Fons Vitae yang menjadikan diri anak – anak yang dipayunginya dapat hidup sehat walafiat. Mereka itu adalah mahkluk – NYA yang santun sehingga enggan menerima amanat GUSTI, Tuhan Yang Maha Esa.Hanya di Nusantaralah dikenal Ibu Bhumi – Bapa Kuasa (Angkasa) sementara bangsa barat hanya mengenal “Father land” saja.

Oleh sebab itu Bung Karno, pada 1 Juni 1945 mewasiatkan “Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap - tiap orangnya dapat menyembah TUHANnya dengan cara yang leluasa, segenap rakyat hendaknya Bertuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama. Dan hendaknya Negara Indonesia satu Negara yang Bertuhan”.

Dalam rangka ikut andil dalam menjabarkan wasiat tersebut penyaji mencoba ikut membudayakan PANCASILA dengan menyajikan buku ini dengan judul “PANCASILA DALAM DIRI PRIBADI KITA” menyusul buku – buku lainnya seperti : “PANCASILA ADALAH WAHYU TUHAN” & “KIDUNG PANCASILA” seiring bangsa & Negara ini kurang konsisten untuk berpegang teguh pada dasar Negara, filosofi bangsa, pandangan hidup bangsa, alat pemersatu bangsa, nurani bangsa, rahim kebudayaan, sumber tertib hukum dan sekaligus sebagai “measurement quality tool”, alat ukur kwalitas berbangsa & bernegara yakni “SILA II PANCASILA”. Bahkan paska rezim Orde Baru di era reformasi dan era transisional ini banyak warga bangsa yang justru dengan lantang berani mengharamkan PANCASILA dan menganggap berhala atas lambang Negara Garuda Pancasila. Quovadis.

Secara sistimatis Negara Pancasila ini satu sisi telah digusur menjadi “Negara agama” dengan Perda Syareatinya dan disisi yang lain telah dijadikan sebagai “Negara neo libaralistik”, yang berkeblat pada negeri adi daya Amerika Serikat itu. Dimana kedua – duanya telah gagal menciptakan suatu kehidupan yang adil sejahtera selaras seimbang dan serasi serta beradab.

Sikon centang perentang dalam berbangsa & bernegara ini dimana harkat dan martabat sebagai bangsa telah hilang, kemiskinan structural & absolute yang nyaris separo jumlah penduduk Indonesia ini yang kini berjumlah 237,4 juta jiwa serta anarkisme telah dijadikan panglima baik oleh sesama anak bangsa dan bahkan oleh Pemerintah itu sendiri. Bhinneka tunggal ika tak lagi dihayatinya. Bahkan alam yang bergolak, prahara demi prahara dengan seribu satu manifestasinya adalah suatu akibat (kuwalat) dari pengingkaran dan atau pengkhianatan terhadap setidaknya :

1. Anugerah TUHAN yang telah memberkati dan merahmati berdirinya Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia (NPKRI) yang berdasarkan PANCASILA & juklaknya UUD 1945 itu. Yang telah diproklamirkan pada 9 Ramadan.

2. Pengorbanan para pendahulu kita tidak saja air mata, darah bahkan jutaan nyawa dikorbankannya asalkan dapat merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa dalam tubuh NPKRI.

3. Wasiat, amanat, warisan dan amanah para founding fathers utamanya Bab XVI pasal 37 tentang “PERUBAHAN” UUD 1945, yang dengan jumawa tanpa mandate rakyat dan tuntutan reformasi pari purna, MPR 1999 – 2004 telah mengamandemen hingga empat kali secara besar – besaran dengan menghasilkan 174 ketentuan baru dan hanya mempertahankan 25 ketentuan lama atau sebesar 87,5% dan 12,5%. Yang naifnya tetap menggunakan label “UUD 1945” suatu bentuk pembodohan terhadap rakyat sang pemilik sah kedaulatan.

4. Wasiat, amanat, warisan dan amanah Sang Proklamator, Penggali PANCASILA dan Presiden I, Ir. Soekarno utamanya tentang : PANCASILA, Trisakti, Jasmerah dan “Kutitipkan bangsa & Negara ini kepadamu”.

Nah dengan berbagai kesalahan tersebut apakah bangsa & Negara ini tetap merasa tidak bersalah dan justru menikmati dengan adanya UUD 2002 barunya itu? Atau sebaliknya menumbuhkan kesadaran untuk melakukan tobatan nasuha karena selama ini telah kufur atas nikmat –NYA dan segera kembali kepada PANCASILA & UUD 1945 pra amandemen, return to spiritual values, return to cultural & nature ?.

PANCASILA hingga kini belum dihayatinya, maka untuk mempertahankan Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia dan guna mewujudkan amanat penderitaan rakyat, amanat Proklamasi serta tujuan mendirikan Negara yakni “Kesejahteraan social bagi seluruh rakyat Indonesia”serta senantiasa aktif ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan social.

Maka gerakan “Revolusi Nurani” yang dicanangkan mantan KASAD Jenderal Tyasno Sudarto adalah tepat adanya, serta maraknya fenomena terjadinya revolusi spiritual yang didengung – dengungkan oleh para Proklamatoris (pewaris dan pecinta Negara Proklamasi) hendaknya menjadi gerakan nasional. Hanya bagaimana mengimplementasikan semboyan yang sloganistis yang amat mudah digelorakan namun sulit menemukan formulasinya itu.

Oleh sebab itu penyaji sependapat dengan orientasi kadang Hans, pengarang buku “JALA SUTERA”, Jalan Sejahtera Nusantara yakni bagaimana mengopti- malkan pemberdayaan unsur jiwa, unsur psikis yang terdiri dari anasir “angin dan api” setelah tanah dan air menjadi ragawi kita, wadag kita, jasmani kita. Maka kini metafisika menjadi penting adanya.

Oleh sebab itu bagi saudara – saudara kita yang merasa menyusu – menetek dan menggantungkan hidupnya pada tumpah darah Persada Nusantara ini sudah waktunya mencintai NPKRI ini sebagaimana motto “Hubbul wathan minal iman”, gugurlah imannya bagi seseorang yang tidak mencintai negaranya. Mari kita luangkan hidup kita, rasa kita, gerak kita untukmenjadikan diri kita sebagai “Proklamatoris” yang Islami, yang Christiani, yang Hinduis, yang Budhais, yang Kong Hu Chuis dan atau yang spiritualis. Jangan biarkan diri kita menjadi generasi yang durhaka, generasi yang tak tahu rasa terimakasih, generasi yang nir empati pada perjuangan pendahulunya.

Akhirnya buku ini semoga sekecil apapun diharapkan mampu membangkitkan rasa nasionalisme – religiusitas anak – anak bangsanya. Dharma eva hota hanti. Karmane fa dikaraste mapalesu kadyatjana.

Jakarta, 17 Agustus 2010
Jebeng Ariasukma Pancanagara
Keluarga Besar Persaudaraan Blokosuto/Yayasan Lembaga Budaya Nusantara/Youth Empowering Institution.

BERSAMBUNG...

No comments:

Post a Comment