Wednesday, March 30, 2011

Butir-butir Pemikiran Forum Indonesia Sejahtera Dalam Membangun Sistim Pendidikan Indonesia Yang Berdaya Saing

Butir-butir Pemikiran Forum Indonesia Sejahtera Dalam Membangun Sistim Pendidikan Indonesia Yang Berdaya Saing
oleh:
Berlian T.P. Siagian

Pendahuluan
Sungguh banyak keluhan dialamatkan pada sistim pendidikan di Indonesia sebagai satu regimen pendidikan terombang-ambing berbagai kepentingan yang tidak punya tujuan jelas. Bertahun2 pemerintah berupaya menegakkan satu kebijakan pendidikan nasional sementara pluralisme Indonesia menuntut warna pendidikan yang berbeda-beda. Hasilnya adalah carut marut pendidikan Indonesia yang rendah dalam mutu dan ketinggalan dalam banyak hal sehingga kurang mendukung proses transisi bangsa Indonesia menjadi bangsa modern.
Jelas ada rentang jarak lebar antara pendidikan paripurna membangun “Manusia Indonesia Seutuhnya” dengan pendidikan yang menghasilkan pengetahuan dan ketrampilan praktis agar hasil didik dapat menghidupi dirinya secara bermartabat. Ada variasi kebutuhan menurut daerah. Ada daerah yang terobsesi mendorong anak2nya mencapai jenjang pendidikan yang tinggi sementara dibagian lain Indonesia masih menginginkan anaknya secepatnya membantu pekerjaan (agraris) keluarga, dengan meninggalkan proses belajar di sekolah. Ada daerah yang sudah terpapar pendidikan modern sejak lebih seratus puluh tahun yang lalu (ethische politiek 1899) sementara ada desa yang baru terbuka.
Indonesia telah mencanangkan pendidikan dasar 9 tahun yang dapat diartikan bagi anak usia sampai dengan 15 tahun yang kewajibannya utama adalah belajar. Banyak fihak yang menggolongkan kebijakan ini sebagai kebijakan elitis kota yang kurang peka dengan kebutuhan masyarakat petanian di desa. Ukuran nyata pendidikan yang berhasil adalah kelenturan sikap dan perilaku dalam menghadapi persoalan secara praktis rasional, bukan menyelesaikannya dengan otot dan keberangan serta menjauhkan masyarakat dari mitos tidak berdasar.
Pendidikan di Indonesia terus mengalami degradasi. Jauh dari menghasilkan “Manusia Indonesia Seutuhnya”, pendidikan dasar 9 tahun belum dapat menghasilkan anak didik berketrampilan praktis agar dapat menghidupi diri sendiri secara bermartabat belum kesampaian. Bila diukur dari lama belajar, anak didik yang menjalani matrikulasi selama 9 tahun di jaman Hindia Belanda jauh lebih unggul dari hasil matrikulasi pendidikan RI tahun 1960an. Sejak tahun 1962 bila mutu pendidikan dasar 9 tahun diukur dari tingkat penguasaan logika dan bahasa maka dapat disimpulkan bahwa hasil Indonesia merosot terus. Kemampuan logika dengan mudah diwakili oleh kemampuan ilmu hitung / sains, dan bahasa diwakili oleh penguasaan Bahasa Indonesia yang baik ditambah satu bahasa asing. Mimpi akan dihasilkannya lulusan yang dilengkapi rasa, karsa dan cipta, lulusan yang sadar siapa dirinya dan menghargai lingkungan dan orang lain masih jauh apabila hasil didik masih gagal dalam hal elementer seperti ilmu hitung dan kemahiran mengungkapkan konsep dalam bahasa yang memadai.
Murid SD, SLTP, SLTA yang disiapkan untuk mengikuti pendidikan di luar negeri karena perpindahan orang tua, atau alasan lain harus melalui penyiapan khusus. Berbeda dengan lulusan SD/SLTP/SLTA jaman Hindia Belanda, dimana lulusan SLTP sekalipun dapat masuk langsung ke pendidikan akademi / universiter di Eropah dengan tingkat kesulitan yang lebih rendah dibanding anak elite Indonesia yang lulus SLTA / SMU sekarang ketika berupaya masuk ke akademi / universitas di luar negeri. Kebanyakan anak elite sekarang harus melalui Pra-University dulu, padahal tingkat diskriminasi yang dihadapi anak sekarang sudah lebih rendah. Media, internet, hiburan, kesempatan bepergian, dan hal-hal lain yang mendekatkan bangsa-bangsa seharusnya membuat proses perpindahan sekolah antar bangsa seharusnya lebih mudah sekarang dibandingkan masa sebelum Perang Dunia Kedua. Penguasaan bahasa penting untuk membekali anak didik mampu mengutarakan diri dengan baik, menggagas konsep, dan berdebat secara sportif. Demikian juga kita prihatin melihat erosi penguasaan bahasa daerah anak didik, kemampuan yang seharusnya memudahkan mereka mengerti konsep budaya daerah. Oleh karena itu penanganan yang tepat dalam penguasaan bahasa daerah penting untuk menjembatani seara harmonis proses berfikir modern dengan budaya2 asli Indonesia.
Delapan masalah pendidikan yang harus menjadi perhatian, yaitu: Kebijakan pendidikan, Perkembangan anak Indonesia, Penyediaan guru yang unggul, Relevansi muatan pendidikan, Mutu pendidikan, Pemerataan cakupan pendidikan, Manajemen pendidikan, dan Pembiayaan pendidikan (HAR Tilaar, 2004). Permasalahan tersebut sebetulnya sudah teridentifikasi dalam Penelitian Nasional Pendidikan pada tahun 1969 saat sekitar 100 pakar pendidikan dari seluruh Indonesia berkumpul di Cipayung. Namun, mutu pendidikan semakin merosot, baik dari pencapaian akademis maupun dari tujuan dasar pendidikan yang memanusiakan manusia dan belajar untuk hidup (Winarno Surakhmad, 2004). Sungguhpun saat ini Indonesia memiliki jumlah sarjana pendidikan yang cukup banyak, pengetahuan tetang perkembangan anak Indonesia sangat minim. Akbibatnya perancangan muatan pendidikan yang sesuai dengan tantangan jaman dan tantangan masa depan terkesan serampangan dan tahun berubah-ubah.

Falsafah Pendidikan Indonesia


Falsafah Pendidikan Indonesia yang diperbaharui adalah menghasilkan anak didik yang berpengetahuan dan berketrampilan praktis agar dapat menghidupi dirinya sendiri secara bermartabat dan memberikan kemudahan pada anak didik agar dapat mengembangkan potensi diri secara optimal.
Perlu dijabarkan lebih luas agar setiap jenjang pendidikan mempunyai ukuran (benchmark) obyektif dan praktis hasil didik. Kemampuan Logika dan Bahasa yang bagaimana yang harus dikuasai oleh murid SD kelas I, II, III, IV, V, VI. Benchmark pendidikan yang obyektif terukur harus digunakan dalam menentukan ketrampilan siswa SLTP kelas I, II, III, dan kemampuan siswa SLTA kelas I, II, III. Pendidikan di SD bersifat umum. Siswa SLTP kelas 3 sudah diberikan kesempatan memilih mata pelajaran berdasarkan minat 30% dan kemampuan 70%. Siswa SLTA kelas I diberikan keleluasaan yang lebih besar dengan dikhotomi berdasarkan minat 50% dan kemampuan 50%. Pendidikan Akademi / Universitas didasarkan untuk minat 70% dan kemampuan 30%, sehingga dihasilkan individu yang mempunyai minat mengembangkan ilmu (riset) yang sangat penting bagi menumbuhkan daya saing bangsa Indonesia.
Pemilihan mata pelajaran tidak mengunci fklesibilitas karir masa depan anak didik. Pindah jurusan diperkenankan selama persyaratan dasar (pre-requisites) dan kemampuan (competence) mendukung. Pemantauan perkembangan logika dan kemampuan bahasa dilakukan secara terus menerus.
Seleksi peserta didik sangat perlu agar anak didik tidak diajar atas minat orang tua, tetapi didasarkan identifikasi bakat dan minat anak didik hasil pengamatan orang tua dan guru (POMG). Kegiatan anak didik semata2 didasarkan pada pengembangan potensi anak untuk menjadi unsur penting dalam menggalang dan mengisi kemampuan bangsa untuk bersaing. Anak didik sekali-kali tidak dapat digunakan untuk kepentingan politik (pengerahan masa) sebagaimana lajim dilakukan dimasa lalu. Petani yang arif tidak memaksa memindahkan benih dipesemaian untuk kegiatan produksi sebelum waktunya tiba, dan tidak memaksa pohon kemiri menghasilkan mangga. Kerjasama yang baik antara orang tua, guru, dan anak didik melalui lembaga POMG sekolah dengan dibanti konselor psikologi pendidikan akan meletakkan anak pada peran yang pas dengan potensinya.

Kebijakan Pendidikan dan Bahan Pengajaran di Indonesia


Perhatian penuh dan utama pada pendidikan diberikan pada Pendidikan Dasar (SD 6 tahun). Adalah naïf berfikiran bahwa Bangsa Indonesia akan mampu bersaing di pasar dunia bila hasil pendidikan dasarnya berada jauh dibawah standard Internasional. Perencana pendidikan di Indonesia harus melihat kembali bagaimana benchmark pendidikan dasar di Indonesia periode 1953-1959 sebelum semuanya dirusak oleh politik yang menjadi panglima dan disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Misalnya kemampuan menulis indah sangat penting ditekankan pad akelas I s/d III SD. Nilai pelajaran kelas I s/d III diukur dari perimbangan hasil pekerjaan, tulisan, dan kebersihan. Penekanan ini akan menghasilkan peserta didik yang sejak dini belajar menyampaikan ide dengan jelas kepada orang lain. Setelah kelas IV SD keatas, maka cara penulisan lain dapat dilakukan, misalnya dengan menggunakan berbagai alat tulis sampai dengan keyboard. Misalnya anak kelas IV tidak dapat naik ke kelas V SD kalau belum dapat menggunakan keyboard 10 jari, dapat menggunakan kalkulattor dengan tangan kanan dan tangan kiri. Trend pendidikan yang banyak mendengar dan menghapal diputar balik menjadi banyak berfikir, merenung, dan menulis. Masih banyak kebijakan pendidikan dengan benchmark pendidikan tahun 1953-1959 yang dapat digali agar menghasilkan pendidikan yang bermanfaat. Hal-hal yang tidak dapat ditawar-tawar adalah ilmu hitung, menggambar, bahasa, sejarah, botani, zoology, ilmu tubuh manusia. Demikian pula perlu diajarkan penguasaan bahasa daerah secara ilmiah mulai kelas IV SD. Pada tahun awal tahun lima puluhan anak SD kelas I dibanyak daerah diajarkan dalam bahasa Ibu dan kelas dua mulai dalam bahasa Indonesia. Dengan penyebaran siaran televisi maka kita dapat memulai pelajaran kelas I SD dalam bahasa Indonesia, dan pengajaran bahasa daerah secara ilmiah mulai kelas IV SD. Sejak SD murid telah dilatih mencatat dikte secara cepat suatu pembahasan yang komples dengan tetap tidak lepas dari pokok pembahasan. Hal ini akan menjadi pre-requisite untuk melanjutkan mata pelajaran mengasah kemampuan berdebat secara ilmiah.
Menyadari kekurangan muatan pendidikan yang ada sekarang, dalam masa transisi selama 10 tahun akan disediakan kelas-kelas paralel yang akan menampung anak didik yang karena sesuatu dan lain hal perlu mengejar pelajaran pre-requisite yang belum pernah mereka tempuh padahal mereka perlukan untuk dapat masuk dan mengikuti pelajaran peminatan di kelas-kelas yang lebih tinggi.
Usia masuk sekolah dasar sebaiknya diturunkan menjadi 5 (lima) tahun sedangkan pendidikan Taman Kanak2 maximal dua tahun dianjurkan sebelum masuk SD walaupun bukan persyaratan. Pendidikan taman kanak2 mulai pada usia 3 tahun (kelas kecil) dan usia 4 tahun (kelas besar). Tidak ada kewajiban harus masuk kelas kecil baru bisa masuk kelas besar. Usia adalah satu2nya pembeda dalam menentukan kelas pada pendidikan TK. Pendidikan TK dilakukan dengan metoda Froebel yang dimodifikasi sesuai daerah. Inti pendidikan TK adalah terstruktur, belajar sambil bermain, sebab bermain adalah cermin terbaik perkembangan anak dan merupakan bentuk paling murni kepribadian anak.
Pendidikan SD, SLTP, dan SLTA terstruktur dan beorientasi pada penguasaan ilmu dan penguasaan ketrampilan. Program nasional pendidikan mempunyai jadwal yang mengikuti standard internasional, sehingga tidak ada lagi jadwal pendidikan yang berubah-ubah setiap tahun akibat bulan puasa. Puasa adalah keyakinan agama yang sifatnya privat dan tidak mencampuri domain public. Pendidikan agama orientasinya pendidikan keilmuan yang tidak membatasi peserta didik mengikuti pendidikan agama tertentu. Adalah syah bila seorang anak didik yang beragama Islam mengikuti pendidikan agama Budha dan sebaliknya. Kompetensi guru menurut jurusan ditentukan dengan sertifikasi kompetensi pendidikan dalam bidang keilmuan yang dikuasainya.
Pendidikan SD dimulai pada usia 5 tahun dan selesai pada usia 11 tahun. Bagi anak2 yang berbakat kiranya sekolah memungkinkan anak menyelesaikan pendidikan dasar jalur cepat (fast track) dengan memberlakukan sistim kredit triwulan sehingga memungkinkan murid menyelesaikan SD pada usia lebih muda dari 11 tahun. Kenaikan kelas didasarkan pada kompetensi menyelesaikan seluruh persyaratan kredit minimal program pendidikan yang diharuskan (required) dan yang dianjurkan (optional).
Pendidikan SLTP merupakan kelanjutan pendidikan dasar dimana kreatifitas dan logika lebih dikembangkan. Siswa semakin diperkenankan mengikuti minat dengan memberlakukan sistim kredit mata pelajaran. Siswa SLTP mengikuti penjurusan sesuai dengan matapelajaran yang harus diikuti dan mata pelajaran tambahan untuk dapat lulus SLTP. Sistim ini juga membuka kesempatan bagi siswa SLTP untuk menyelesaikan pendidikan SLTP lebih cepat dari standard 3 tahun. Kemampuan berdebat secara handal sudah harus dikembangkan. Tantangan hebat akan ditemukan terutama ditempat dimana akar feodalisme masih kuat. Kepatuhan pada orang tua atau orang yang lebih dituakan jangan sampai mematikan perkembangan kemampuan anak untuk berargumentasi mempertahankan pendapatnya. Proses konseling dipandu konselor akhli ilmu jiwa (Psikolog) yang mengamati perkembangan siswa di SLTP diperlukan. Siswa SLTP disiapkan untuk dapat menghargai orang lain yang berpendapat berbeda. Siswa harus diajarkan bahwa perbedaan pandangan adalah hak individu yang mutlak dan harus dihargai dan dijamin. Sejak di SLTP pendidikan kebugaran sudah harus diterapkan secara ketat dan dijadikan persyaratan dan ukuran juga dalam pengambilan mata pelajaran lanjutan dan penilaian kelulusan. Ukuran dapat dilakukan dengan cara bersahaja sampai kompleks. Mengukur kecepatan berlari, jarak lari yang dapat ditempuh, push up, scotch-jump, adalah ukuran sederhana yang tidak memerlukan alat bantu lebih banyak dari selembar kertas, potlot dan stop-watch.
Pendidikan SLTA akan meneruskan pendidikan bedasarkan bakat dan minat berdasarkan sistim kredit pendidikan. Perpindahan jurusan dapat dilakukan apabila pelajaran pendukung (pre-requisites) dipenuhi dan mata pelajaran yang harus diambil (required) dan mata pelajaran tambahan yang dianjurkan (optional) dipenuhi . Pendidikan sains dan bahasa harus mendapat bobot yang utama di SLTA demi Indonesia masa depan yang mampu bersaing di pasar dunia. Pendidikan jasmani sesuatu yang wajib. Kegiatan tanding lintas sekolah (varsity) harus didorong. Swasta dapat ikut berperan menjadi sponsor kegiatan olah raga tanding lintas sekolah disini dengan membuka insentif pajak pada sumbangan pembinaan olah raga di SLTA. Muatan pendidikan SLTA sudah harus dengan benchmark antar bangsa. Singapura mengambil sistim pendidikan matematika dan statistika dari India sebagai acuan. Penguasaan bahasa asing mutlak, oleh karena itu pengajaran SLTA dilakukan dalam bahasa Inggeris dengan kewajiban mengikuti pendidikan satubahasa lain selain Bahasa Inggeris (LOTE = Language Other Than English). Pilihan disediakan pada bahasa2: Indonesia, Bahasa Daerah Indonesia, Perancis, Mandarin, Jepang, Jerman, Hindi, Swahili. Pilihan ini didasarkan pada kepentingan penguasaan bahasa dagang dengan mitra dagang Indonesia dimasa depan dan appresiasi budaya secara global. Pendidikan bahasa yang diberikan tergantung pada ketersediaan guru yang kopeten mengajar bahasa tertentu sesuai tingkatannya. Bagi sekolah yang tidak mempunyai guru yang kompeten harus memenuhi penyediaan kelas yang diharuskan (required) dengan bantuan lembaga lain atau sekolah lain yang memiliki kompetensi untuk itu. Demikian pula dimungkinkan untuk sekolah yang tidak dapat menyediakan mata pelajaran yang dianjurkan (optional) dilembaga lain atau sekolah lain yang memiliki kompetensi untuk itu. Kita jangan berharap bahwa siswa SLTA kita akan menguasai bahasa2 semuanya. Pendidikan bahasa di SLTA sudah berhasil apabila lulusan fasih berbahasa Inggeris (berbicara, mengajukan gagasan) dan satu bahasa lain selain bahasa Inggeris.
Dua belas tahun matrikulasi pendidikan saat ini telah men-sublimasi kompetensi dengan selalu mengulang retorika pembinaan pendidikan dengan urutan memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya juga masyarakat. Kecerdasan hanya diberi satu bagian kecil dan disisipkan ditengah dan ketrampilan disisip dibagian akhir. Hasil didik dapat menaiki jenjang pendidikan yang lebih tinggi atas pembobotan materi yang sebagian besar sulit diukur dan hanya sebagian kecil saja mencerminkan kecerdasan dan ketrampilan akademik. Hal ini jauh bertolak belakang dari benchmark pendidikan internasional yang meletakkan kecerdasan (logika dan verbalisasi konsep) pada urutan pertama dan utama. Kebijakan pendidikan Indonesia harus kembali kedasar yang mengutamakan Pengembahan Logika, Kemampuan Berbahasa serta Ketrampilan pada urutan utama.
Memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak mulia adalah hal yang abstrak yang pencapaiannya sulit diukur dan dibandingkan yang satu dengan yang lain (benchmarking). Kelemahan benchmarking ini pula yang menjadi sumber kemerosotan mutu pendidikan secara terus menerus dalam 50 tahun terakhir.
Sudah menjadi tekad kita untuk melakukan “turnaround” pendidikan Indonesia agar menghasilkan anak didik yang lebih dimampukan dalam mengembangkan rasa, karsa, dan karya sehingga mampu
menjadi innovator dalam pengembangan enterpreneurship bersaing di kancah global.

Perkembangan Anak Indonesia
Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya pemantauan perkembangan anak Indonesia masih sangat terbatas. Pemerintah mendatang akan menediakan dana riset yang berkecukupan untuk memetakan perkembangan anak di berbagai daerah di Indonesia serta variasinya secara terus menerus untuk kemudian digunakan sebagai acuan dalam mengisi muatan pendidikan nasional dan lokal agar selalu lebih baik dan up-to-date dalam mendukung pencapaian tujuan pendidikan.

Penyediaan Guru Yang Unggul
Satu phenomena umum di Indonesia bahwa anak yang unggul tidak lagi bermimpi menjadi guru. Profesi guru mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi (Guru Besar) tidak menjadi idaman anak muda. Profesi seperti bintang sinetron, penyanyi, penyiar TV, profesional bisnis, PNS, pengacara, menjadi tentara adalah profesi yang lebih diminati. Keadaan ini harus dirubah agar orang muda Indonesia yang berbakat berminat menjadi guru dan tidak memilih profesi lain. Profesi guru harus dikembangkan seperti jaman Hindia Belanda dimana profesi guru berdiri sejajar dengan hakim, jaksa, tentara, dokter, perawat, pegawai pamongpraja, dan sebagainya.
Berbagai jenjang kompetensi mengajar untuk guru harus ada dan kompetensi ini dikaitkan tunjangan kompetensi mengajar yang diwujudkan dalam mengajar aktif didepan peserta didik. Tingkat kompetensi ini dapat hilang bila pada suatu masa sang guru sudah tidak mampu lagi mengajar dan memelihara kompetensinya karena kesehatan, usia semakin menua, kehilangan ketrampilan seperti halnya di profesi yang lain.
Kekurangan guru disebagian bidang ilmu seharusnya dapat diisi oleh pensiunan yang memperolah akta mendidik untuk bidang ilmu-ilmu tertentu dan memenuhi syarat sebagai guru. Pensiunan yang demikian akan sangat bermanfaat bila dipekerjakan kembali sebagai guru dibidang akademis yang kekurangan guru yang berkompetensi.
Hanya pengalaman dan contoh nyata yang dapat mengubah persepsi anak didik agar menempatkan profesi guru sebagai profesi idaman yang terhormat. Selama contoh di masyarakat menunjukkan sebaliknya, maka selama itu pula profesi guru akan dijauhi oleh anak2 muda.

Relevansi Muatan Pendidikan
Menyusun muatan pendidikan sangat erat kaitannya dengan falsafah pendidikan dan tingkat pendidikan ingin dicapai. Muatan pendidikan dipengaruhi di aerah mana pendidikan itu dilaksanakan dan bagaiman kingkungan pendidikan dan lingkungan budaya yang ada di lokasi pendidikan.
Menyusun muatan pendidikan tanpa diserta informasi yang memadai mengenai Perkembangan Anak Indonesia menghasilkan suatu komposisi muatan pendidikan secara normatif yang belum tentu akan sesuai dengan kebutuhan lokasi pelaksanaan pendidikan. Muatan pendidikan harus lebih banyak mencerminkan tujuan pendidikan, yaitu menghasilkan anak didik yang memiliki kecerdasan dan ketrampilan dan mampu mengajukan konsep secara verbal dan secara tertulis dengan bahasa yang bermutu kepada orang disekelilingnya. Pendidikan budi pekerti (etika dan estetika) harus dikaitkan secara integral dengan pendidikan Logka dan Bahasa agar anak didik memiliki kepekaan terhadap sesama dan terhadap lingkungannya.
Pengukuran hasil pendidikan (benchmarking) harus dapat dilakukan dengan bias dan variasi pengukuran sekecil mungkin. Pencapaian hasil pendidikan yang sifatnya lebih subyektif seperti kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, dan akhlak mulia akan lebih baik bila dilakukan dengan memberikan pengalaman hidup dan contoh praktis. Pencapaian mutu pendidikan yang mencerminkan subyektifitas tidak akan dilakukan dengan matrikulasi pelajaran sebagai mana telah dilakukan dimasa lalu dengan penataran P4 di sekolah-sekolah. Proses hasil pendidikan berdasarkan parameter yang sangat subyektif ini hanya dapat dipelajari dari contoh kehidupan sehar-hari.

Mutu Pendidikan
Pencapaian mutu pendidikan dilakukan dengan pengukuran numeral yang lebih mencerminkan mutu akademis pendidikan. Pengukuran yang mempunyai unsur subyektifitas tinggi tidak akan dapat dilakukan dengan matrikulasi pelajaran. Pendidikan di Indonesia hendaknya tidak mengulang kesalahan pendekatan dilakukan dimasa lalu dengan melakukan penataran P4 di sekolah-sekolah dengan harapan akan menghasilkan “manusia Indonesia seutuhnya”. Penataran yang mengambang dari kehidupan sejari-hari itu akhirnya tidak menghasilkan manfaat yang diharapkan pada ukuran pembinaan mental dan ideologi.
Pendidikan bermutu memerlukan guru bermutu yang berwawasan luas. Sumber daya guru yang demikian baru dapat terisi bila ada perubahan dalam syarat2 kerja dan kompensasi yang memadai. Hanya dengan cara demikian sistim pendidikan dimampukan untuk menarik dan menahan bakat terbaik memilih pekerjaan sebagai guru. Oleh karena itu pendidikan bermutu otomatis mahal. Pengurangan biaya satuan pendidikan tidak akan menghasilkan sumber daya manusia yang berdaya saing.
Hasil pencapaian pendidikan yang bermutu apabila dikaitkan dengan relevansi pendidikan untuk menghadapi dan memenangkan tantangan kehidupan.

Pemerataan Cakupan Pendidikan
Setiap warganegara berhak atas pendidikan terbaik yang dimungkinkan oleh kemampuan keuangan Negara. Akan tetapi sebagaimana industri jasa lainnya, jasa penyelenggaraan pendidikan bermutu akan menjadi lebih baik kalau tumbuh berkelompok (clustering) dan dapat ber-interaksi satu dengan yang lain. Kandungan materi pendidikan mengacu pada tingkat perkembangan daerah dan sumber daya yang tersedia. Peran pemerintah sangat sentral dalam menetapkan kandungan dasar pendidikan. Sebagaimana telah dibuktikan dalam experiment pendidikan di Tolikara yang berhasil meraih prestasi akademis tingkat dunia dengan bimbingan belajar yang benar. Pemerataan pendidikan tidak hanya dilihat dari keberadaan gedung sekolah, kwalitas dan keamanan gedung sekolah, fasilitas pendikung proses belajar, akan tetapi dilihat dari terapan praktis pendidikan itu menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan daerah dimana pendidikan diberikan. Pemerataan pendidikan bukan berarti pemerataan kesempatan bermigrasi ke pusat-pusat urban di Indonesia, atau kesempatan untuk bekerja di Negara lain.
Kesulitan yang menyebabkan tersendatnya pemerataan pendidikan dasar di Indonesia adalah kurangnya ketersediaan tenaga pengajar yang kompeten dalam jumlah memadai di daerah pedesaan (rural). Tenaga pengajar yang baik bergerombol di kota2 besar (urban). Pemilihan lokasi kerja oleh guru predileksinya sama dengan sikap tenaga professional lain. Para guru ingin membesarkan keluarganya ditempat dimana potensi pengembangan diri lebih baik. Demikian pula fasilitas pendidikan anak dan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan keluarga guru tersedia berkelompok di kota2 besar. Lahan untuk mencari penghasilan tambahan di kota besar lebih banyak dari di pedesaan.
Persebaran penduduk di desa2 di Indonesia sangat menyulitkan juga persebaran sarana pendidikan dasar 9 tahun. Desa kecil seperti Janjimaria di Kecamatan Silaen Kabupaten Toba-Samosir hanya berpenduduk 115 kepala keluarga. Jumlah anak usia sekolah di desa ini tahun 2008 hanya 60an orang. Ada satu SD dengan tiga orang guru. Siswa SMP hanya bebera belas orang sehingga harus bersekolah di kecamatan lain. Bagaimana pendidikan dasar yang bermutu dapat dilaksanakan secara effisien di desa ini walaupun rasio guru murid sangat baik?

Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan di Indonesia terutama yang dibiayai dengan dana sektor publik perlu ditata ulang. Akar utama kelemahan manajemen pendidikan di Indonesia adalah merajalelanya korupsi. Pada tahun 1955 murid SD masih menerima batutulis, buku harga murah, alat tulis harga murah dari sekolah. Sekarang semua harus bayar. Dilingkungan yang demikian akan sangat sulit bila kita akan menerapkan sistim kredit pendidikan lengkap dengan pemisahan antara mata pelajaran wajib (required) dan mata pelajaran pilihan (elective). Di desa2 yang demikian penggabungan kelas2 tidak dapat dihindari dan sistim kredit mata pelajaran sangat sulit dilakukan.
Undang2 menjamin 20% dari budget pemerintah diallokasikan untuk pendidikan sejak reformasi. Sampai saat ini Kementerian pendidikan hanya dapat menyerap 6.5% saja, sementara bangunan sekolah kita reot, laboratorium tidak terpelihara, dan cakupan pendidikan berkesimnambungan guru masih rendah. Bahkan Biaya Operasional Sekolah (BOS) di banyak daerah diberitakan media akhir2 ini diselewengkan.
Manajemen pendidikan dasar, menengah, dan tinggi harus dilihat sebagai satu kesinambungan sistim yang saling mengisi.
Banyak issue yang harus dibicarakan dalam manajemen pendidikan dasar akan tetapi musuh utama manajemen pendidikan di Indonesia saat ini justru birokrasi pendidikan itu sendiri.

Pembiayaan Pendidikan
Pembiayaan pendidikan dimana-mana diseluruh dunia terlebih2 di negara yang pluralistis seperti Indonesia selalu merupakan hasil pembiayaan berimbang antara pembiayaan bersumber pada dana publik dan dana private. Pendidikan yang menggratiskan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan menjadikan pendidikan itu menjadi kurang dihargai. Sebagai bagian dari pemerataan pendidikan bermutu kepada warganegara berkekurangan program beasiswa yang beraneka ragam dampai pinjaman pendidikan dapat dipacu. Apabila pendidik menganggap bahwa pendidikan formal maupun informal yang dibantu biaya penyelenggaraannya oleh dana publik mempunyai nilai tambah, seberapa besarkan nilai tersebut sehingga memungkinkan peserta didik diberikan pinjaman pendidikan yang kelak akan dikembalikan setelah peserta didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang bernilai tambah. Potensi kenaikan penghasilan akibat peningkatan jenjang pendidikan itu pada akhirnya akan dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman pendidikan dan bunganya.
Pembiayaan pendidikan dapat juga diberikan dengan pemberlakuan pembiayaan dengan metoda pemberian kredit pajak penghasilan. Penerima pajak penghasilan akan dapat meningkatkan penghasilannya melebihi biaya pendidkan yang sudah dikeluarkan, sehingga memposisikan penerima kredit pajak tersebut dalam jangka panjang sebagai pembayar pajak penghasilan dalam jumlah yang lebih besar.
Pembiayaan pendidikan dapat juga dibantu dengan memberikan kesempatan kerja kepada siswa SLTA selama masa liburan sehingga meringankan biaya pendidikannya. Pekerjaan yang dapat diberikan dapat mulai dari penjaga keamanan, pembantu polisi lalu lintas, pemandu wisata, kenek bis kota, petugas kebersihan kota, Sales Promotion Aide, dan banyak lagi. Maksud pemberian kesempatan kerja ini adalah mendidik siswa bekerja dalam tim, menerima dan memberi perintah, melakukan follow up atas kegiatan kerja tim, dan menghargai waktu. Praktek kerja ini akan membantu siswa SLTA melihat lebih obyektif tentang kebutuhan pendidikan yang harus dilengkapinya sesuai dengan hasil yang diamatinya sewaktu wajib kerja.

Pendidikan Pra-Universitas dan Wajib Militer
Tujuan menjadikan wajib militer sebagai bagian dari pendidikan adalah untuk mempersiapkan lulusan SLTA kedunia kerja agar mempunyai kebugaran dan disiplin. Wajib militer ini harus diikuti oleh seluruh lulusan SLTA yang akan memasuki dunia kerja dan mengikuti pendidikan tinggi. Lama wajib militer 2 (dua) tahun untuk wanita dan 3 (tiga) tahun untuk pria. Dengan demikian pemuda Indonesia yang mengkuti pendidikan akademis setidak-tidaknya telah mempunyai pengalaman kerja selama 2 sampai 3 tahun. Pengalaman ini dapat membantunya dalam memilih karir dan memilih pendidikan tinggi yang bagaimana yang lebih sesuai dengan minat dan kepribadiannya.
Usulan perubahan usia masuk sekolah mulai 5 tahun ada kaitannya dengan usulan wajib militer untuk semua, sebagaimana diterapkan dalam kebijakan pendidikan dan wajib militer di Israel yang dicontoh juga oleh negara Singapura. Usia kelulusan dari SLTA turun dri 18 tahun menjadi 17 tahun. Usia masuk pendidikan tinggi naik dari 18 tahun menjadi 19 tahun untuk wanita dan 20 tahun untuk pria. Pendidikan baccalaureate seyogyanya diselesaikan dalam 4 tahun, sehingga lulusan baccalaureate 23 tahun untuk wanita dan 24 tahun untuk pria. Setelah menyelesaikan pendidikan baccalaureate generasi muda Indonesia diharapkan bekerja. Pendidikan magister hanya dapat ditempuh bila telah menyelesaikan kerja selama 2 tahun. Demikian pula generasi muda Indonesia diharapkan menikah pada usia 25 tahun untuk wanita dan 26 tahun untuk pria, mengingat usia optimal bagi wanita untuk melahirkan adalah pada usia antara 25 – 30 tahun. Dengan skenario ini diharapkan generasi mendatang dihasilkan dari hasil pembuahan yang optimal, bukan generasi yang dihasilkan oleh pasangan yang tidak matang seperti yang dianjurkan oleh undang-undang RI, yaitu 20 tahun untuk wanita, dan 21 tahun untuk pria, dan juga bukan dihasilkan dari pasangan tua diatas 30 tahun.
Sesuai dengan ciri Indonesia sebagai negara kepulauan, maka pendidikan Pra-Universiter merangkap wajib militer diutamakan untuk membangun kekuatan militer maritim, beranjak dari kebiasaan lama yang terkesan hanya memperkuat Angkatan Darat. Fasilitas pendidikan militer yang dimiliki Angkatan Darat dapat digunakan untuk pelatihan dan pendidikan kekuatan Angkatan Laut. Prioritas kedua adalah membangun kekuatan Angkatan Udara, dan prioritas terakhir adalah membangun kekuatan Angkatan Darat.
Wajib militer ini akan melatih dan menciptakan manusia Indonesia yang mampu bekerja dalam tim menyelesaikan satu tanggung jawab pertahan negara. Kekuatan militer ini hanya dapat digunakan untuk membela negara dari kemungkinan konflik atau sebagai kepanjangan diplomasi menhadapi negara lain dan sekali-kali tidak dapat digunakan tanpa persetujuan DPR.
Selama mengikuti wajib militer, para recruit akan diberikan penilaian obyektif yang berpengaruh pada remunerasi dan fasilitas bantuan biaya pendidikan tinggi yang akan diberikan pemerintah kelak berupa subsidi biaya pendidikan tinggi untuk jangka waktu terbatas disertai syarat-syarat lain yang mencerminkan awal dari meritokrasi yang seimbang.
Wajib militer ini akan mencakup banyak kegiatan dan dukungan fasilitas mulai dari lahan pendidikan militer, asrama militer, makanan sehat bagi taruna, pemeliharaan kesehatan dan kebugaran, fasilitas olah raga, sarana transportasi dan komunikasi, logistik militer, peralatan militer, garis komando, dan pengadilan militer,
Pasca wajib militer, generasi muda yang mengikuti pendidikan tinggi tidak akan diganggu selama dalam masa pendidikan. Apabila pendidikan sudah selesai, veteran muda wajib militer akan mengikuti program militer cadangan, dimana ada periode tertentu para militer cadangan ini akan bekerja dalam garis komando militer satu hari dalam seminggu, atau satu hari dalam dua minggu tergantung kebutuhan dengan menerima bayaran. Program militer cadangan ini akan mengisi posisi bintara, tamtama, dan non-commission officer (NCO) yang diselaraskan dengan keakhlian sipil masing-masing. Periodisisasi tugas militer ini dipertahankan agar anggota militer cadangan tidak kehilangan pengetahuan dan ketrampilan militernya.
Jika pemerintah meminta, maka semua warga negara dari berbagai profesi tidak boleh menolak disertakan (enrolled) dalam program ini; perusahaan juga wajib memberi ijin kepada karyawannya jika diminta ikut dalam tugas militer cadangan, atau ikut dalam penugasan singkat dikala krisis tanpa kehilangan pekerjaannya.
Bagi lulusan SLTA yang tidak memenuhi syarat atau kalah bersaing dalam program wajib militer karena alasan kecerdasan, kesehatan, keterbatasan fisik, usia yang belum melampaui 17 tahun, dan alasan2 lain yang syah dapat disalurkan kedalam kegiatan wajib lain seperti crew pemadam api, pelaksana layanan umum, pembantu para medik di rumah sakit, petugas kebersihan, pekerjaan pembangunan infrastruktur dan banyak lagi program yang bertujuan membiasakan generasi muda berbaur melintasi batas suku, daerah, agama dalam satu tim yang kompak.
Bagi lulusan SLTA yang memilih masuk kedalam program militer sukarela sejak awal akan dibebaskan dari wajib militer. Akan tetapi bila dalam pendidikan militer sukarela dinyatakan gagal, maka drop-out akademi militer ini harus mengikuti wajib militer umum. Jumlah waktu yang telah ditempuh di akademi militer dianggap sebagai masa wajib militer umum. Mantan taruna pria akademi militer yang drop out ditahun ketiga, masa wajib militer yang harus dilaluinya menjadi tinggal satu tahun, sedangkan untuk kasus yang sama pada mantan taruna wanita, dapat dinyatakan telah memenuhi kewajiban wajib militer.
Wajib militer yang dikaitkan dengan pemagangan kerja dan pendidikan tidak akan menimbulkan militerisme, tetapi akan melahirkan satu kelas menengah yang puritan dan berdisiplin tinggi. Wajib militer menjamin tersedianya militer cadangan dalam jumlah memadai tanpa keharusan mendidik dan menyediakan militer aktif di angkatan laut, angkatan udara, dan angkatan darat dalam jumlah besar. Masa depan tenaga professional di Indonesia juga akan lebih baik karena sebagian besar professional pernah mengenyam wajib militer. Dikhotomi sipil militer yang ada sekarang akan hilang karena sebagian besar penduduk terdidik adalah veteran dinas militer atau ada dalam status militer cadangan.

Pendidikan Tinggi
Semakin banyak warga negara yang menyelesaikan pendidikan tinggi yang bermutu, maka semakin baik masa depan bangsa Indonesia untuk bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan tinggi harus dikaitkan dengan riset dan innovasi, sehingga lulusan pendidikan tinggi yang tidak mempunyai kemapuan riset dan innovasi adalah suatu kegagalan yang dapat merusak pencapaian proses memajukan bangsa.
Banyak kasus dimana lulusan pendidikan tinggi Indonesia kala bekerja di luar negeri diterima tetapi diturunkan tingkatannya (down grade) merupakan cermin appresiasi negara lain atas mutu pendidikan di Indonesia. Tenaga dokter dan perawat Indonesia yang bekerja di negara lain sering kali di down grade.
Diplomat Indonesia, anggota misi dagang Indonesia sering kali kalah dalam mengemban tugas negara kala “bertanding” dengan diplomat dan anggota misi dagang negara saingan akibat kelambanan berfikir, kurangnya pengetahuan bahasa, kegagalan dalam mengekpresikan pendapat dan hasil analisanya.
Perlu ada benchmarking pada hasil pendidikan tinggi. Amerika Serikat hanya menggunakan SAT, GMAT, GMAT dan lainnya yang sepenuhnya dilakukan oleh perusahaan swasta yang berintegritas dalam menilai calon mahasiswa asing yang melamar ke universitas mereka. Predictive value dari proses seleksi dengan metoda yang mereka lakukan ternyata cukup akurat.
Pendidikan tinggi yang dikaitkan dengan riset, kerja lapangan, laboratorium pendukung, ruang kerja mahasiswa, dosen yang berkwalifikasi, dan lingkungan kerja yang mendukung (condusive) jelas mahal. Oleh karena itu bila mutu dan nilai tambah yang menjadi acuan, maka mutu tidak dapat diabaikan. Dengan demikian pendidikan tinggi yang gratis tidak mungkin dapat didukung oleh anggaran pendidikan yang bersumber dari dana publik (not sustainable). Mekanisme subsidi langsung atau tidak langsung akan dapat membantu gap antara biaya riil pendidikan tinggi bermutu dengan kemampuan bayar mahasiswa / keluarga mahasiswa yang mendukung pendidikan tinggi. Gap ini harus ditutup dengan kombinasi berbagai rupa cara pembiayaan seperti: Beasiswa pasca wajib militer, beasiswa murni, pinjaman pendidikan dari perbankan, tugas belajar yang dibiayai oleh perusahaan tempat bekerja, kerja paruh waktu mahasiswa dilingkungan universitas, subsidi pajak, pemagangan di poerusahaan yang dirancang sebagai bagian pendidikan saat jeda antar semester / kwartal, kegiatan riset yang bersumber dari militer, pemerintahan, dan perusahaan, uang sekolah mahasiswa asing yang belajar di Indonesia, dan banyak lagi sumber2 yang dapat dikembangkan diluar uang sekolah.
Pendidikan tinggi berstrata. Hendaknya antara S1 dan S2/S3 dianjurkan ada keharusan pengalaman kerja yang sepadan, sehingga menghasilkan sintesa antara dunia kerja / industri dengan dunia akademis.
Kebijakan pendidikan kiranya juga mendorong pengayaan pengalaman para dosen dengan mekanisme cuti besar (Sabbatical) yang ditanggung oleh universitas dengan catatan selama sabbatical harus bekerja dilingkungan perusahaan dan sekembali dari Sabbatical akan menereruskan mengabdi di universitas.
Ilmu yang berkembang terus menuntut pendidikan posca doctoral. Lulusan S3 yang ingin mendalami riset unggulan tertentu kiranya dapat didukung dengan posisi sebagai “Post Doctoral Fellow” di universitas sehingga kesinambungan dan keserasian hubungan antara industri dan universitas menghasilkan sinergi yang menguntungkan.

Bacaan pendukung:
1. Winarno memanusiakan manusia dan belajar untuk hidup, Harian Kompas, 4 Oktober 2004
2. http://www.youtube.com/watch?v=ieBhAEoNOas - Nederland en Indonesie deel 5. Ethische politiek.mpg
3. Friedrich Froebel created Kindergarten and designed the Froebel ... Froebel Web is the leading English language online resource about Friedrich Froebel the creator of Kindergarten and designer of the Froebel Gifts and ...
www.froebelweb.org/
4. Afen Sena, Moralitas Kaum Terdidik Di Era Global: Benarkah Masyarakat Terdidik di Indonesia Telah Makin Bermoral - Suatu Tinjauan Filsafat Ilmu.
5. Ade Muhammad, Rancangan Doktrin Pertahanan Republik Indonesia, - unpublished.
6. Ade Muhammad, Muhammad Tasrif, and Bambang Kismono Hadi, “Redesigning the Structure of Republic Indonesian Defense System: An analysis of systems thinking”, ITB Bandung, May 2010.
7. Alam Raya Sekolahku [HQ]Anak-anak ini membuka mata kita akan keberhasilan dalam kerja sama yang dilandasi oleh sikap saling menghargai. Menghargai diri sendiri, menghargai orang lain, dan menghargai lingkungan. Anak-anak ini mengajarkan kepada kita akan makna sebuah mimpi, mimpi seorang anak tentang alam yang lestari.
8. Cara "Gila" Membangun Indonesia: Pengalaman dari Tolikara

Joy Lobser
January 16 at 8:26pm · Unlike · Dislike · Report
You, Aida C'est, Henri Sitorus, Fidelis R. Situmorang and 22 others like this.
50 of 123

Miay Sebening Cammiay V sesegara mungkin di rombak sistem pendidikan kita.
January 12 at 11:38am · Like · 1 person
Berlian Siagian ‎@Mas arifin: Saya lebih suka urutan priorotas pendidikan yang bung sebutkna daripada urutan dalam UU No. 20 th 2003 (sisdiknas).
January 12 at 11:40am · Like · 1 person
Basri Hasan Bung Budi, anda sepenuhnya benar, disitulah batu sandungan bangsa ini. Selama kaum yg suka salam revolusi belum mau sadar, kemajuan itu sulit. Karena itu FIS yg dianggap mimpi jadi penting.
January 12 at 11:40am · Like · 1 person
Miay Sebening Cammiay V Dari sistem Biaya pun Pendidikan kita sangat tinggi ....Karena Tiap tiap sekolah di Benarkan membuat Kurikulum sesuai keinginan . Dan imbasnya tentu bagi berpenghasilan pas pasan. DAn hasilnya pun anak anak kita generasi pelanjut hanya menyelasaikan tugas kewajiban belajar. Bukan sebagai tempat menghasilkan ,agar setelah selesi minimal MANDIRI, Tanpa ketergantungan menjadi PN, atau Peg swasta...
January 12 at 11:44am · Like
Miay Sebening Cammiay V Generasi kita akhir akhir ini, sangat takut bila mengganngur, Tidak berani Membuka lahan pekerjaan sendiri. Apalgi buat lingkungannya, Sangat di Sayangkan , Sebagaiman di ketahui Tingkat kecerdasan anak anak kita sangat bersaing di dunia era globalisasi. Tapi kenapa tidak menghasilkan Daya kreatif yang bersaing?
January 12 at 11:46am · Like
Miay Sebening Cammiay V sahabatku bisa melihat realita yang ada ,,,yang paling domain hanyalah yang terjun di dunia politikus yang menjanjikan.
January 12 at 11:47am · Like
Miay Sebening Cammiay V Contoh para pendidik saja, hanya mengajarkan,menghapal bukan mencipta sesuatu
January 12 at 11:48am · Like
Miay Sebening Cammiay V intinya para tenaga pendidikpun harus mengkoreksi diri apa dan bagaimana sistem di ajarkan sama siswanya?
January 12 at 11:51am · Like
Kang Sjamsudin Sudah banyak tambahan nampaknya. Makin lengkap. Sedikit catatan:
- Point agama, ini masalah krusial. Penghilangannya akan kontra produktif, akan makan waktu & energi utk nnati menjelaskannya, padahal kalau tetap ada pun tidak mengganggu pro...See More
January 12 at 2:22pm · Like · 1 person
Berlian Siagian ‎@Kang Sjamsudin: Terima kasih atas resumenya. Perlu kritalisasi pendapat pada butir Wajib Militer sebagai bagian dari peralihan dari SLTA yang masih terpimpin ke Pendidikan Tinggi yang sangat terbuka. Disiplin, kerjasama group, dan keseriu...See More
January 12 at 4:58pm · Like · 2 people
Miay Sebening Cammiay V boleh saya hare ya bp Berlin,kang sayamsudin
January 12 at 6:22pm · Like · 1 person
Berlian Siagian Okay Miay
January 12 at 6:42pm · Like · 1 person
Miay Sebening Cammiay V mksh bp Berlian S
January 12 at 6:44pm · Like
Kang Sjamsudin Kalau ada "isi"-nya silahkan saja, tak masalah mbak Miay..... Kembali ke 'wamil', nampaknya memang bisa diterapkan pada negara yang sudah settle atau yang penduduknya memang sedikit jumlahnya - bukan pada RI yang statusnya beda (income per ...See More
January 13 at 6:46am · Like
Basri Hasan Setuju dengan pendapat pak Suris, hanya lucu saja melihat ada RUU Komponen Cadangan tanpa merubah UU TNI, ketimpangan TNI beserta paradigma sesatnya memang harus diselesaikan lewat konstitusi, ketimbang nambah UU yg tak mampu dijalankan.
January 13 at 7:27am · Like
Berlian Siagian Wamil yang dimaksud disini berbeda dengan yang dimasksud dalam Wamil dalam RUU. Kita harus meletakkan Wamil sebagai bagian dari kerja magang diantara lulus SLTA sebelum masuk ke Perguruan Tinggi. Wamil disini (2-3 tahun) adalah bagian dari ...See More
January 13 at 8:26am · Like · 2 people
Basri Hasan Betul bung Berlian, RUU itu hanya bagus dijudul aja, nanti juga tidak mampu dijalankan. Biarin aja.
January 13 at 8:49am · Like
Mas Arifin Brandan salam revolusi! dan ingat, persoalan kita saat ini bukan cuma seabrek masalah nasional seperti: kasus sdm bangsa yang lemah, tapi juga kasus busuk gayus, kasus busuk blbi, kasus busuk century, kasus busuk lapindo, impor beras, inflasi tingg...See More
January 13 at 12:06pm · Like
Basri Hasan Kenapa belum ada ya yang menanggapi Falsafah Pendidikan yang disarankan bung Berlian Siagian ini?
January 14 at 4:20pm · Like
Wisnu B Prakasa Sudah saatnya ada revolusi pendidikan di Indonesia.Bahasa Indonesia adalah bahasa NASIONAL, tetapi melihat perkembangan yang ada mungkin sebagai bahasa "pengantar di sekolah" sudah saatnya digantikan dengan bahasa INTERNASIONAL.kita harus j...See More
January 14 at 4:53pm · Like · 2 people
Basri Hasan Sepakat bung Wisnu, ayo pilih bahasa internasional yang mana? Jangan malu2 lagi kita mengakui kelemahan, saya sangat yakin memakai bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pendidikan tidak akan mengurangi nasionalisme.
January 14 at 5:21pm · Like
Wisnu B Prakasa ‎@Bung Basri: Sekarang sudah bukan jamannya mempertahankan sesuatu yang terbukti memang kurang tepat(bukan salah)...Bahasa inggris adalah pilihan tepat.Saya bisa berkata seperti itu karena merasakan hasilnya....kemampuan bahasa saya seperti...See More
January 14 at 5:33pm · Like · 2 people
Kang Sjamsudin Di pendidikan dasar, mungkin bhs pengantar sebaiknya tetap saja bhs Indonesia - karena banyak masyarakat di daerah pun belum semua 'mahir' berbahasa Indonesia (apalagi dgn baik dan benar) sehingga tetap diperlukan media pengajaran langsung...See More
January 15 at 7:26am · Like
'Oesman Junus ‎@Kang Sjam setuju pendidikan dasar dgn bahasa Indonesia yg benar sudah cukup, untuk melatih nalar dan mampu menyampaikan idea secara benar
January 15 at 10:40am · Like · 1 person
Basri Hasan Kenapa harus kerja dua kali? Pertama membuat kontent pelajaran yg baik dalam bhs indonesia, kedua setelah lulus sekolah anak didik terpaksa harus mati2an belajar inggris supaya bisa berkembang.
Kalau mau membuang sedikit kesombongan, solusi ...See More
January 15 at 11:01am · Like
Kang Sjamsudin Jam pelajaran SMP - SMA diusul diperpanjang, ada waktu utk pembelajaran bhs Inggris + asing lainnya, + ekstra kurikuler lain. Tapi kemahiran grammar, listening, writing, reading ditarget harus mencapai score 500 Toefl/sejenis pada akhi...See More
January 15 at 1:05pm · Like · 1 person
Basri Hasan Kang Sjamsudin, saya merasa anda belum menangkap makna yg saya maksud. Contoh negara yg bahasa pengantar pendidikan itu India yg bisa disebut dalam format terbaik. Satu kelebihan yg berhasil dicapai sejak 1970 ialah berhasil membuat penerbi...See More
January 15 at 4:20pm · Like
Berlian Siagian ‎@Bunf Donny: Dapatkah bung bayangkan bagaimana hebatnya mereka bila menggunakan huruf latin, angka arab, dan bahasa Inggeris dalam pendidikan dan perdagangan sejak awal restorasi Meiji? Mungkin mereka yang memegang hegemoni dunia saat ini....See More
January 15 at 5:01pm · Like
Kang Sjamsudin Pak Basri, nampaknya yang dimaksud adalah bhs pengantar di Perguruan Tinggi di India ya (copy: "Pendidikan tinggi di India relatif murah. Untuk mengambil master ilmu sosial misalnya, hanya butuh 30.000 rupees per tahun (sekitar Rp6 juta-an)...See More
January 15 at 5:38pm · Like · 1 person
Basri Hasan Kang Sjamsudin, kita ingin inggris jadi bahasa pengantar pendidikan sejak dari pendidikan dasar. Awalnya tentu banyak kekurangan, tapi sangat yakin itu jalan leluar yang strategis.
January 15 at 6:20pm · Like
Budi Praseno bicara sola bahasa pengantar pendidikan pasti akan terbentur dg sentimen nasionalisme.
January 16 at 8:55am · Like
Gatholoco Wong Sudra ah, enggak juga mas budi, karena kan bisa aja bahasa nasional bahasa Indonesia & bahasa sehari2 bisa 2-2nya tergantung komunitynya, mereka bisa dipelajari bersama dalam pendidikan formil & non formil, kenapa tidak ?
January 16 at 9:06am · Like
Ade Muhammad i vote english language as first language in education
January 16 at 9:07am · Like · 1 person
Budi Praseno saya menangkap kesan itu dari para tokoh pendidikan kita yg resah dg penggunaan bahasa asing yg dianggap akan ''menggusur'' bahasa indonesia.
January 16 at 9:08am · Like
Ade Muhammad ‎2nd language is bahasa indonesia and after smp ... 3rd language is dutch or japanase as an optional
January 16 at 9:09am · Like
Gatholoco Wong Sudra both of them, i vote
January 16 at 9:09am · Like
Budi Praseno di SMA-SMA negeri di jawa timur malah ''menggalakkan'' bahasa Arab sebagai 3rd language .mungkin sejalan dg tumbuh suburnya rohis2 di sma2 negeri.
January 16 at 9:10am · Like
Gatholoco Wong Sudra japanase, china, & germany, after that.
January 16 at 9:12am · Like
Budi Praseno pokoknya bahasa PBB. English,french,mandarin,Russian,Spanish and arabic.
January 16 at 9:12am · Like · 1 person
Gatholoco Wong Sudra ‎1 bahasa nasional & 5 bahasa internasional., cubishhhh.
January 16 at 9:14am · Like
Syafril Sjofyan hehehe Agus Salim menguasai 17 bahasa,..kenapa tidak?
January 16 at 9:14am · Like
Budi Praseno di tunggu koment gus Hafirdzt dan pak Pri disini , jangan cuma sola poncosilo terus.
January 16 at 9:21am · Like
Titik Setyowati ‎@pak Berlian, saya tertarik dgn komen bapak ttg " pendidikan anak dalam kandungan" melalui musik,bisa mempertajam perkembangan RASA untuk mendukung CIPTA/Pikir agar terwujud generasi unggul.Ya,ibu/wanita adalah pendidik pertama dan utama,...See More
January 16 at 2:07pm · Like · 1 person
Titik Setyowati Setlh anak lahir hub bayi dan ibu menjadi hub fungsional mel Perasaan.ini hs terjaga dgn baik. Dalam mendidik anak seorang ibu hs menyediakan iklim kasih sayang dan teladan. Oleh krn Kasih sayang mengandung rasa tanggung-jawb, rasa melindungi,membimbing dan merawat.
January 16 at 2:14pm · Like · 1 person
Titik Setyowati Bila seorang ibu memberi nasehat kpd anaknya perihal yang baik,tanpa dilandasi rasa kasih sayang,malah dg kata2 yg kasar,nasehat yg baik tadi akan hampa,ibarat benih ditabur bukan pada tanah yg subur,tanaman akan tumbuh kurus kering tak akan menghasikan buah.Ibarat ibu menyuguhkan makanan tanpa vitamin dan gizi,jiwa anaknya akan kering.Inilah pentingnya pendidikan dalam kandungan keluarga,seblm masuk dlm kandungan masyarakat.
January 16 at 2:25pm · Like · 3 people
Herlin Delly Sistem pendidikan kita harus di selaraskan dengan arah pembangunan ekonomi kedepan ( 5thn - 10thn-15thn dst) karena adalah sangat penting bagaimana arah ekonomi kita kedepan , dan kemudian baru arah pendidikan dan bagaimana sektor finance m...See More
January 16 at 2:30pm · Like · 2 people

No comments:

Post a Comment