Wednesday, March 30, 2011

DINAMIKA dan KONFLIK POLITIK di Indonesia (1)

I. UUDs 1945 (Original)
18 Agustus 1945 – 17 Desember 1949

1. Dinamika politik pada pergantian kabinet.
3 November 1945, “Maklumat Pemerintah” ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta tentang rencana pemilu untuk memilih Badan-badan Perwakilan Rakyat yang akan diselenggarakan Januari 1946.
11 November 1945, Pengumuman BP-KNIP No. 5, bahwa Presiden telah menyetujui usul BP-KNIP mengadakan pertanggungjawaban ministeriil.
14 November 1945, Maklumat Presiden.
Kabinet-kabinet RI Pasca Maklumat. (1) Kabinet Syahrir I, 14 November 1945 – 12 Maret 1946; (2) Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946 – 28 Juni 1946; (3) Kabinet Syahrir III, 2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947; (4) Kabinet Amir Sjarifuddin, 3 Juli 1947 – 31 Januari 1948; (5) Kabinet Halim, 21 Januari 1950 – 17 Agustus 1950 (Berlaku untuk Negara Bagian Republik Indonesia).

2. Konflik politik yang mengancam keutuhan negara.
Peristiwa 27 Juni 1946, penculikan PM Syahrir, Menkes Dr. Darmasetiawan, dan Mayjen Soedibjo.
3 Juli 1946, Mr. A. Subardjo, Mr. Iwa Koesoema Soemantri, dan Mayjen Soedarsono (Panglima Divisi Jogyakarta) mencoba memaksa Presiden Soekarno membubarkan kabinet Syahrir dan Amir Syarifuddin, namun Presiden menolak.
18 Desember 1946, Pasca Konferensi Den-Pasar Diproklamasikan berdirinya Negara Indonesia Timur dengan Sukawati sebagai Presiden.
4 Mei 1947 di Bandung, Diproklamasikan Negara Pasundan oleh Soeria Kartalegawa.
9 Mei 1947, lahir Dewan Borneo Tenggara dan Daerah Istimewa Borneo Barat dengan Sultan Hamid Algadrie sebagai Kepala Daerah-nya.
23 Januari 1948, lahir Negara Madura.
16 Februari 1948, lahir Negara Pasundan.
24 Maret 1948, lahir Negara Sumatera Timur.
18 September 1948, Pemberontakan PKI di Madiun (Madiun Affair).
3 Desember 1948, lahir Negara Jawa Timur.
7 Agustus 1949, Proklamasi Negara Islam Indonesia di Jawa Barat oleh S.M. Kartosuwirjo, dengan DI/TII sebagai tulangpunggungnya.

II. UUDs RIS
27 Desember 1949-17 Agustus 1950

Bentuk federasi UUDs RIS dari sejak awal telah dicurigai sebagai cara penjajah (Belanda) untuk melakukan devide et impera. Bahkan pertentangan antara pro dan kontra negara federasi berkembang sedemikian rupa, menjadi stigma bagi kelompok pro bentuk federasi karena dikategorikan sebagai anti-nasional, konservatif, dan kooperatif terhadap pemerintah kolonial. Dikenal kemudian sebagai pertentangan antara kaum “non” dan kaum “ko”.

Konflik politik yang mengancam keutuhan negara, a.l.,
23 Januari 1950, muncul peristiwa APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) pimpinan Westerling, di Bandung.
5 April 1950, muncul peristiwa Andi Azis di Makasar.
25 April 1950, proklamasi RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku dengan dr. Soumokil sebagai Presiden.

III. UUDS 1950.
17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

1. Dinamika pemerintahan.
7 September 1950 – Maret 1951, Kabinet Natsir.
14 Oktober 1950, Drs. Moh. Hatta terpilih sebagai Wakil Presiden. Dipilih oleh Parlemen (8 calon).
April 1951 – Februari 1952, Kabinet Sukiman.
April 1952 – Juni 1953, Kabinet Wilopo.
Juli 1953 – Juli 1955, Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
Agustus 1955 – Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap.
September 1955, Pemilihan Umum DPR.
15 Desember 1955, pemilu untuk Majelis Konstituante.
10 November 1956, Presiden Soekarno melantik Majelis Konstituante di Bandung.
Maret 1956 – Maret 1957, Kabinet Ali Sastroamidjojo II.
1 Desember 1956, Drs. Moh. Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.
4 April 1957, Presiden Soekarno mengangkat dirinya sendiri sebagai formatur kabinet.
9 April 1957, dibentuk Kabinet darurat ekstra parlementer dengan nama Kabinet Karya di bawah pimpinan P.M. Djuanda.
14 Maret 1957 berlaku SOB (Staat van oorlog en beleg), yakni Negara dalam keadaan Darurat Perang untuk seluruh Indonesia.
6 Mei 1957 dengan UU Darurat No. 7/1957 Kabinet Karya membentuk Dewan Nasional dengan Presiden Soekarno dan Ruslan Abdulgani, masing-masing sebagai ketua dan wakil ketua lembaga baru tersebut. Anggota Dewan Nasional adalah sejumlah menteri, golongan-golongan fungsional di dalam masyarakat, termasuk KSAD, KSAL, KSAU, Kepolisian, dan Jaksa Agung.

2. Konflik politik yang membahayakan keutuhan negara
10 Oktober 1950, terjadi pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan.
17 Agustus 1951, terjadi pemberontakan DI/TII oleh Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan.
Desember 1951, meletus pemberontakan Batayon 426 di Jawa Tengah yang lalu menggabungkan diri dengan DI/TII.
17 Oktober 1952, KSAD, Kol. A.H. Nasution mengerahkan pasukan tank dan mengarahkan moncong meriam ke Istana Negara, menuntut pembubaran Parlemen.
20 September 1953 Daud Beureuh di Aceh menyatakan Aceh sebagai wilayah yang bergabung dengan NII di bawah Kartosuwirjo di Jawa Barat.
27 Juni 1955 militer/perwira-perwira AD melakukan pemboikotan pelantikan Kol. Bambang Utoyo sebagai KSAD.
20 Desember 1956 pengambilalihan Pemerintah Daerah Sumatra Barat oleh ‘Dewan Banteng’ pimpinan Letkol. Achmad Husein.
21 Februari 1957, lahir Konsepsi Presiden, oleh Presiden Soekarno, tentang gagasan meninggalkan sistem demokrasi liberal.
2 Maret 1957, Letkol. Vence Sumual Panglima wilayah Indonesia Timur menyatakan hukum darurat di wilayah kekuasannya. Sumual menuntut supaya Dewan Nasional diganti dengan Senat yang 70% anggotanya adalah wakil-wakil daerah.
30 November 1957, percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno (Peristiwa Cikini).
15 Februari 1958, pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Permesta di Sulawesi Utara dan Tengah masing-masing di bawah pimpinan Letkol. Achmad Husein dan Letkol. D.J. Somba.

IV. UUD 1945 ERA SOEKARNO 1959 – 1966
(Pasca Dekrit 5 Juli 1959)

Dinamika dan/atau konflikpolitik.
19 Desember 1961, dicanangkan TRIKORA (Tri Komando Rakyat) untuk membebaskan Irian Barat.
2 Januari 1962, Pembentukan Komando Mandala untuk pembebasan Irian Barat.15 Agustus 1962, Persetujuan New York di PBB buah dari TRIKORA, Irian Barat diserahkan Belanda ke PBB. Selanjutnya PBB mempercayakan pengelolaan wilayah tersebut kepada Indonesia hingga penyelenggaraan “Penentuan Pendapat Rakyat” (“Pepera”) sebelum akhir 1969.
19 November 1962, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit “Penghapusan Keadaan Bahaya (SOB) di seluruh wilah RI”.17 September 1963, sehari setelah berdirinya negara Malaysia, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kualalumpur menyusul kemudian dicanangkan program Dwikora dengan slogan “Ganyang Malaysia”. Malaysia dituduh sebagai antek Nekolim (Neo Kolonialisme & Neo Imperialisme) yang akan menghancurkan Indonesia.
7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB.Kemelut politik mencapai puncaknya setelah munculnya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S) yang menelan korban 6-orang Jenderal dan 1-orang perwira TNI AD. 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB..
7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB.
Catatan:
- Peristiwa 30 September 1965 disebut sebagai peristiwa Kudeta PKI dan Presiden Soekarno diisukan terlibat di dalamnya (tidak pernah ada proses peradilan).

Catatan penulis:
Kudeta adalah penggulingan kekuasaan terhadap pemerintahan yang sah. Maka atas isu keterlibatan Presiden Soekarno dalam peristiwa tersebut timbul pertanyaan adakah yang dimaksud bahwa Bung Karno (selaku Presiden) menggulingkan kedudukannya yang sah untuk diganti oleh dirinya kembali?

- Dampak G-30-S adalah dibubarkannya PKI (12 Maret 1966) dilakukan oleh “Pemegang Supersemar”, Jenderal Soeharto memenuhi Tritura (10 Januari 1966).
24 Februari 1966, dibentuk Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, yang dijuluki sebagai Kabinet 100 Menteri (Diumumkan 21 Pebruari 1966 selanjutnya dilantik 24 Februari 1966 oleh Presiden Soekarno).

- Semua lembaga negara adalah Alat Revolusi. Ada 32-orang militer aktif menjabat menteri dalam Kabinet Dwikora . Motto: REVOLUSI BELUM SELESAI.
25 Juli 1966, dibentuk Kabinet Ampera dengan Letjend. Soeharto sebagai Ketua Presidium Kabinet.

V. UUD 1945 (ERA SOEHARTO 1966 – 1998)
Motto: “Melaksanakan Pancasila & UUD 1945 secara Murni dan Konsekuen”.
Rezim pengganti menamakan dirinya sebagai Orde Baru, seakan ingin menegaskan perbedaan dengan rezim sebelumnya yang mereka juluki sebagai Orde Lama. Orde Baru mengawali kiprahnya dengan mengumandangkan slogan ‘Politik NO Ekonomi YES’ sebagai ‘antitesa’ dari orde sebelumnya yang menjadikan politik sebagai panglima yang berakibat pada terlantarnya perekonomian negara.
Kegagalan Orde Lama menghadirkan kesejahteraan diyakini sebagai akibat dari tidak diterapkannya secara benar Pancasila dan UUD 1945 (yang bagi kalangan militer/AD adalah UUD yang paling sesuai dengan kondisi Indonesia).
Orde Baru bertekad untuk melakukan koreksi total terhadap kesalahan yang dilakukan Orde Lama. Orde Baru mengumandangkan slogan “Akan melaksanakan Pancasila & UUD 1945 secara Murni dan Konsekuen”. Demokrasi Terpimpin yang terbukti otoriter itu diganti dengan “Demokrasi Pancasila”.
Slogan-slogan yang dikumandangkan di era awal kekuasaan sempat membersitkan harapan besar akan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran dalam kehidupan politik yang demokratis. Namun secara berangsur harapan yang terlalu besar itu akhirnya memudar. Demokrasi Pancasila dalam slogan “Politik NO” ternyata adalah sistem yang tidak berbeda dengan sebelumnya, sistem pemerintahan yang berpola top-down dan terkadang represif.
Pemilu yang dihidupkan kembali oleh Orde Baru dalam prakteknya tidak lebih dari pemilu rekayasa, sekedar untuk memperoleh legitimasi kekuasaan yang sepenuhnya dilaksanakan oleh mesin politik Orde Baru yakni, Birokrasi, Golkar, dan militer (AD).
Pembangunan ekonomi lewat slogan “Ekonomi YES” yang diterjemahkan melalui kebijakan a.l., membuka lebar PMA (Penanaman Modal Asing), PMDN (Pemenaman Modal Dalam negeri), Eksploitasi SDA (Sumber Daya Alam), dan Utang Luar Negeri (IGGI, World Bank, ADB, IMF, dll), berbuah kesenjangan ekonomi yang semakin melebar (isu pribumi – non pribumi, Jawa – luar Jawa, dll).
Supremasi hukum yang diterapkan Orde Baru diterjemahkan dalam penerapan hukum yang bersifat formalistis-legalistik. Rezim Orde Baru mendasarkan kebijakan pada landasan aturan/hukum bersifat formal yakni UUD 1945, TAP-MPR (Ketetapan MPR), UU (Undang-Undang), PP (Peraturan Pemerintah pengganti UU), Kepres (Keputusan Presiden), Inpres (Instruksi Presiden), Banpres (Bantuan Presiden), Kepmen (Keputusan Menteri), SK Gub (Surat Keputusan Gubernur), SK Bup (Surat Keputusan Bupati), SK Walikota.
Peradilan dan pengadilan adalah alat kekuasaan untuk melegitimasi kepentingan kekuasaan. Pelaksanaan Pancasila & UUD 1945 secara Murni dan Konsekuen diterjemahkan melalui program wajib P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Setiap warganegara yang berkait atau berurusan dengan kepentingan pemerintahan wajib lulus P4.
Setelah berkuasa tidak kurang dari 32 tahun kekuasaan formal Orde Baru berakhir dengan mewariskan 4-Masalah Besar yang dihadapi bangsa, yakni: 1. Utang L.N./D. N. Pemerintah & Swasta (yang menempatkan Indonesia sebagai negara pengutang ketiga terbesar di dunia yang jumlah presis hingga kini tidak pernah terungkap secara jelas); 2. SDA habis, menipis, atau dalam kontrak jangka panjang dan kerusakan lingkungan di hampir seluruh wilayah di Indonesia; 3. Ancaman (proses?) disintegrasi bangsa; 4. Kegamangan menghadapi (Ancaman/Peluang) Globalisasi.
Birokrasi adalah lembaga perangkat eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan sehari-hari (lembaga karir). Tidak berbeda dengan era sebelumnya Orde Baru memposisikan lembaga ini sebagai bagian langsung dari kekuasaan dengan menempatkan Korpri (Korps Pegawai Negeri) sebagai satu dari tiga pilar utama Golkar (Golongan Karya). Birokrasi/Korpri adalah bagian dari alat politik (Golkar memiliki tiga pilar yakni ABRI (Jalur A), Birokrasi (Jalur B), dan yang bukan ABRI dan bukan birokrasi (Jalur G). Kendati sebagai alat kekuasaan, Orde Baru memposisikan Golkar bukan sebagai partai politik). Jabatan/pejabat tinggi birokrasi (Eselon I dan kadang Eselon II) menjadi bagian langsung dari kekuasaan. Di eselon tersebut pemegang jabatan, diangkat dan diberhentikan, berdasarkan pertimbangan politik (oleh presiden atau oleh menteri departemen terkait). Bahkan, presiden, dengan ‘hak prerogatif’-nya, memiliki kewenangan mengganti nama, menggabungkan, membentuk dan/atau membubarkan departemen kapan saja bila dianggap perlu.
(Vide: Hendarmin Ranadireksa, DINAMIKA KONSTITUSI INDONESIA, Fokus Media, Edisi II – 2010)

Hendarmin Ranadireksa
December 30, 2010 at 5:05am · Unlike · Report
You, Prihandoyo Kuswanto, Budi Praseno, Basri Hasan and 7 others like this.
Ade Muhammad bumi gonjang ganjing, langit kelap kelap ...
December 30, 2010 at 6:17am · Like
Abdul Gafur D. Kaplan Nah itu dia yang paling penting Konsensus Nasional, kemana kita akan bergerak!
December 30, 2010 at 6:17am · Like · 1 person
Ade Muhammad bersabarlah seperti macan, bersiasatlah seperti kancil
December 30, 2010 at 6:18am · Like
Ade Muhammad tujuan akhir kita adalah mendorong demokrasi yang berkedaulatan rakyat
December 30, 2010 at 6:53am · Like · 1 person
Ade Muhammad anda benar
December 30, 2010 at 6:58am · Like
Ade Muhammad mungkin pada target awal dalam pengertian baru saya
December 30, 2010 at 6:59am · Like
Ade Muhammad patut disyukuri, mudah mudahan kita akan dicatat dalam sejarah sebagai masyarakat yang mendukung proses tersebut ... kekuatan rakyat melawan keinginan tirani utk kembali berkuasa
December 30, 2010 at 7:01am · Like
Abdul Gafur D. Kaplan Heheheh makanya saya sempat mikir sejenak waktu comment Bang Ade kaya gitu,tujuan akhir kita demokrasi!!
December 30, 2010 at 7:04am · Like · 1 person
Ade Muhammad koreksi, demokrasi awal yang kita inginkan utk memajukan bangsa ... sebelum itu kita harus dorong negara ini masuk sepenuhnya dalam sistem demokratis
December 30, 2010 at 7:06am · Like
Prihandoyo Kuswanto Kita tidak perna melihat sejarah dengan situasi , keadaan saat itu , sedang kacamata yang kita pakai kacamata kekinian , bayangkan negara yang baru berumur beberapa hari , dengan segala keterbatasan nya , dengan menghadapi musuh baik dari d...See More
December 30, 2010 at 7:09am · Like
Ade Muhammad bukan alasan yang tepat jika kita ingin kembali kepada UUD 45 yang sudah gagal dan menghasilkan 2 tiran bukan?
December 30, 2010 at 7:11am · Like
Prihandoyo Kuswanto bukan alasan yang tepat buat siapa? kalau memang UUD 1945 ada yang kurang kita tambah , kalau ada salah kita benahi , bukan kita cabut sanmpai keakar-akar nya , bangsa ini tidak akan besar jika tidak perna menghargai pendahulu nya , ada nya...See More
December 30, 2010 at 7:16am · Like
Ade Muhammad mengapa larinya ke Pancasila ya? ... mengapa larinya ke Bhinneka Tunggal Ika ya? ... dan mengapa anda menanyakan jasa orang lain ya? ... mari kita dewasa untuk tidak perlu menanyakan jasa orang lain terhadap negaranya .... ok?
December 30, 2010 at 7:18am · Like
Ade Muhammad oh ya Pak Pri sudah mendapatkan tanggapan dari Pak Hendarmin, silahkan ditanggapi lagi ...
December 30, 2010 at 7:19am · Like
Ade Muhammad ini kutipan dari Datuk Parikesit untuk Pak Pri ... "janganlah kita bertanya tentang jasa seseorang, sebelum kita menanya jasa diri kita sendiri. tidak usah kita mempertanyakan jasa orang lain. kita sekarang belum berdebat tentang jasa dan k...See More
December 30, 2010 at 7:21am · Like · 1 person
Abdul Gafur D. Kaplan Bang Ade @ UUD 45 tidak usa lagi diganggu gugati. Soal pendalaman atau penggalian silahkanlah. Mau didalamkan, mau di lebarkan, mau diluaskan,terserah. Yang penting jangan ubah nilai nilai dasar tersebut.Sebab kala mana seperti itu, maka kita akan kebablasan dalam gelora euphoria.Yakin saja Bang, pasti begitu!
December 30, 2010 at 7:22am · Like
Ade Muhammad saya berbicara pada sistem saja ... bukan pada tataran sakralisasi seolah olah UUD 45 itu adalah sebuah kitab suci ... ini bisa saja digugat secara ilmiah akademik. tidak perlu dijadikan kungkungan dalam mindset kita untuk mengadakan perubahan total ... utk preambul bagi kita ok ok saja, yang penting adalah bagaimana isi konstitusinya ... tapi tidak juga harus dikungkung dalam adendum adendum ... rombak total dan sesuaikan dengan kebutuhan kita atas negeri yang demokrasi berkedaulatan rakyat
December 30, 2010 at 7:28am · Like · 1 person
Prihandoyo Kuswanto Semua uraian disini tidak terlepas dari diskusi panjang yang kita lakukan di FIS , jika mas Dedy mengikuti diskusi panjang itu tentu kita sudah bisa melihat arah kemana yang akan dituju , persepsi yang Mas Dedy sampaikan diatas tidak demiki...See More
December 30, 2010 at 7:28am · Like
Ade Muhammad yang bingung itu khan Pak Pri sendiri ... kita sudah sampaikan dengan jelas dengan gambar dan yang lain paham. kita tegas, untuk urusan tidak mau kembali pada sistem tirani
December 30, 2010 at 7:30am · Like
Prihandoyo Kuswanto Sudah sangat jelas kan " Rombak Total" jika kita ingin bertarung dengan alasan akademik sudah saya kirim tiga makalah yang ditulis oleh Prof Noto Negoro , Prof Sofian Effendi dan Terakhir Prof Machfud MD , mengapa tidak satupun yang berani mengomentari secara ilmiah pendapat beliau itu ? jadi perlu di pahami apa yang di maksud jembatan itu ? untuk siapa ? dan Keperluan nya apa ?
December 30, 2010 at 7:32am · Like
Ade Muhammad untuk itu Pak Pri sudah dapat jawaban dari Pak Hendarmin? ...
December 30, 2010 at 7:33am · Like
Prihandoyo Kuswanto saya juga kuarng mengerti apa diskusi panjang yang kita lakukan ini pak Hendarmin tidak mengikuti ? sehingga beliau masih bertanya apa yang di tanyakan ?
December 30, 2010 at 7:35am · Like
Abdul Gafur D. Kaplan Bang Ade @ kita pisahkan dulu. kita bicara benar salah atau menang kalah-nya.kalo menang kalah-nya, semua juga di dunia ini bisa dirubah kok,bahkan kitab suci sekalipun tergantung kesepakatan, kalo rakyat bilang rubah yaaa rubah.tapi kan kita juga kadang bicara baik-buruknya.jadi kalo Bg Adeh melihat dari sisi menang-kalah-nya sementara saya berdiri diposisi salah benar-nya.of course sampai mulut berbusa tidak akan pernah ketemu.
December 30, 2010 at 7:35am · Like
Ade Muhammad kita lihat dari sistem saja, sudah ada sekian gambar akademik yg memperlihatkan sistem UUD 45 bermasalah, terutama pada penerapan demokrasi. terlepas kita setuju, tidak setuju, suka atau tidak suka ... ktia hanya ingin dingin saja membahas, kesalahan kesalahan utk tidak diulangi lagi di sistem masa mendatang. berbicara format ... bagi saya pribadi, mau rombak totalkah, mau amandemenkah tidak soal, asal batang tubuh sebuah konstitusi apapun namanya mencantumkan sistem yg benar
December 30, 2010 at 7:38am · Like · 1 person
Prihandoyo Kuswanto Mas Dedy Indonesia hari ini saya rasa tidak perlu membuat tafsir baru , yang justru kita semua harus merenung adalah , Apakah Kondisi bangsa ini sudah sesuai denagn apa yang dicita-cita kan oleh founding father ? Indonesia saat ini sudah sesuaikah dengan hakekat nya ? dari sinilah kemudian kita akan melakukan RE Indonesianisasi .
December 30, 2010 at 7:45am · Like
Ade Muhammad budaya kritis adalah budaya demokrasi, untuk itu perdebatan intelektual menjadi menu kita sehari hari dalam melakukan sebuah desain baru ketatanegaraan. visi baru, sistem baru, orang baru bukanlah mengganti pancasila spt yg dituduhkan sementara pihak ... untuk itu silahkan kembali membaca Pernyataan Integritas FIS ttg Pancasila ... yang bermasalah itu adalah landasan strukturalnya saja ... dan itu menjadi fokus kita
December 30, 2010 at 7:48am · Like · 2 people
Prihandoyo Kuswanto ya, mereka yang meributkan sebetula nya ngak paham apa yang diributkan , kadang saya juga ngak abis pikir .kadang ada kekerasan agama tetapi yang di hujat Pancasila padahal jelas pancasila mengajarkan Toleransi beragama . saya sepakat jika mas dedy memakai penyegaran persepsi nya akan berubah jika demikian , sebab yang namanya peneygaran itu pembaharuan yang berpijak pada yang sudah ada , dalam diskusi kadang orang begitu mudah membuat kata-kata yang kadang masud dan tujuan nya tidak seperti kata-kata tersebut.
December 30, 2010 at 7:57am · Like · 1 person
Ade Muhammad dan sekali lagi, tafsir itu tidak bisa didominasi, semua berhak punya tafsirnya masing masing, jika berbeda itu bagus, kita bisa saling hargai perbedaan itu ... tidak perlu saling mencap cap pihak yg tidak sesuai tafsirnya dengan kita. terlebih bertanya tanya ttg jasa orang lain pada negara ... nah kita di FIS selalu menyajikan potret potret skematik sistem, pagi ini ada potret kejadian kejadian sejarah. nah kembali kepada anda semua untuk menyimpulkannya masing masing dan kemudian bersikap ...
December 30, 2010 at 7:59am · Like · 1 person
Prihandoyo Kuswanto Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945

Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekkad untuk merdeka , tetapi akan terus b...See More
December 30, 2010 at 8:07am · Like
Hendarmin Ranadireksa ‎@Prihandoyo Kuswanto. Kutip,"...saya juga kuarng mengerti apa diskusi panjang yang kita lakukan ini pak Hendarmin tidak mengikuti ? sehingga beliau masih bertanya apa yang di tanyakan ?..." Saya mengikuti. Tapi tidak mengerti apa yang ingin ditanyakan dari tulisan-tulisan 3 pakar yang disodorkan P Pri dalam hubungannya dengan sejumlah skema gambar (proses pembentukan pemerintahan dan ARSITEKTUR KONSTITUSI). Salam.-
December 30, 2010 at 2:01pm · Unlike · 4 people
Budi Praseno mungkin itu untuk secara implisit mengatakan bahwa sistem lama is Ok. so far so good ,sesuai dg amanat dan cita2 founding fathers.
December 30, 2010 at 2:11pm · Unlike · 1 person
Budi Praseno bagi yg percaya , arwah bung Karno dan founding fathers yg lain akan marah dan ngamuk kalau sistem dan tatanan lama itu diubah.
December 30, 2010 at 2:26pm · Like
Ade Muhammad hush ... nda boleh gitu, khan sudah masuk alam barzakh. urusan duniawinya sudah selesai.
December 30, 2010 at 2:27pm · Like
Resmond Sembiring Dari sejarah pembentukan pemerintah dari 1945 s/d pemerintahan paska reformasi diwarnai dengan berbagai intrik, kedaerah, agama dan kekuasaan utk kelompok tertentu( pemusatan kekuasaan berdasarkan prinsip nepotisme dan kolusi ). Pertanyaann...See More
December 30, 2010 at 3:21pm · Like · 3 people
Muh. Nur Taqwim Saya sangat setuju kepada Pak Resmond Sembiring. Salah satu catatan penting dari diskusi ini menurut persfektif saya adalah pemerintah pusat tidak membangun basis dengan benar atas upaya perwujudan kepemimpinan lokal. Salah satu contoh ka...See More
January 1 at 3:53pm · Like

No comments:

Post a Comment