Saturday, April 2, 2011

Tambang Bukan Pilihan Tepat Bangun NTT

Tambang Bukan Pilihan Tepat Bangun NTT

JAKARTA, Timex--Tokoh nasional dan juga sesepuh NTT, Sony Keraf dan mantan
Gubernur NTT, Herman Musakabe menyarankan kepada pemerintah dan masyarakat NTTagar tak terlalu fokus ke pertambangan. Pasalnya, pertambangan bukan merupakan pilihan yang tepat dalam membangun NTT. Jika tetap fokus dengan tambang, masyarakat bisa menderita akibat lingkungan dirusak, dan belum diketahui jelas seberapa besar deposit mangan yang terkandung di perut bumi NTT.

"Tambang itu dipilih sebagai alternatif terakhir jika pertanian, perikanan,
pariwisata sudah tak bisa lagi menghidupi masyarakat NTT," ungkap Sony Kerafn
saat tampil sebagai narasumber dalam diskusi bertajuk "Pertambangan di NTT"
di Wisma Hijau, Jl. Raya Mekarsari No. 15 Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Sabtu
(19/3).

Diskusi yang digelar Forum Sahabat Bangun Flores, Sumba, Timor, Alor, Rote, Sabu
dan sekitarnya (Forsab Flobamora) ini menghadirkan sejumlah narasumber seperti
Romo Kristo Tara, OFM (JPIC OFM, Formadda),

sonny Keraf (Mantan Meneg Lingkungan Hidup), Rikard Bagun (Kompas), Sirilus
Belen (Akademisi), Bp. Frans M. Parera (Akademisi), Sapto Wahyu Samodro
(Investor), Hendro Sangkoyo, Ph.D (Ahli Ekologi Kepulauan), Dr. Sukhyar (Kepala
Badan Geologi Nasional), dan Herman Musakabe (Mantan Gubernur NTT).

Menurut Sony Keraf, NTT sebagai wilayah kepulauan masih bisa dibangun dengan
meningkatkan kapasitas dibidang pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata,
dan pendidikan kejuruan.

Sonny menjelaskan, dari perundang-undangan yang ada, sebenarnya izin usaha
pertambangan harus dimulai dulu dari permintaan dukungan penduduk/masyarakat di
lokasi tambang dan seterusnya, serta harus ada analisis dampak lingkungannya
(amdal) dan ketentuan lainnya.

"Tapi yang terjadi, di NTT hal ini tidak pernah dilakukan. Tahu-tahu tambang
sudah berjalan," urai Sony.

Mengutip pernyataan Romo Kristo Tara, narasumber lain dalam diskusi itu yang
menyebut saat ini di NTT terdapat sedikitnya 307 izin pertambangan mangan,

Sony dengan tegas mengatakan bahwa 307 izin itu bisa dinyatakan menyalahi aturan
dan dapat dinyatakan sebagai aktivitas tambang yang illegal karena tidak dilalui
dengan prosedur sebagaimana diamanahkan dalam UU.

Diskusi yang dipandu Don K. Marut ini juga menampilkan tokoh NTT, Herman
Musakabe yang menyampaikan pendapatnya tak berbeda jauh dengan Sony Keraf.
Gubernur NTT 1993-1998 ini menyarankan agar pembangunan NTT sebaiknya dilakukan
dengan menggalakan peternakan, pertanian, pembangunan infrastruktur pelabuhan.

"Satu saran konkrit saya, perlunya
digalakkan usaha garam di NTT karena kebutuhan garam sekarang belum
terpenuhi dari garam yang dihasilkan Madura dan pantai utara Jawa misalnya,"
jelas Herman.

Herman juga menyebutkan bahwa gampangnya izin-izin pertambangan yang dikeluarkan
kepala daerah itu juga disebabkan oleh wewenang tambang yang jauh lebih banyak
berada di tangan para bupati. "Gubernur sekarang tidak bisa komando
bupati/walikota karena aturan otonomi daerah," katanya.

Sementara itu, Dr. Sukhyar (Kepala Badan Geologi Nasional) dalam paparannya
menjelaskan, hasil penelitian membuktikan bahwa geologi Flores, Solor, Lembata
itu berciri vulkanis karena berada dalam

deretan gunung api dari Sumatera, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa yang berada
pada tepian lempeng Euro-Asia. Sedangkan, Sumba dan Timor termasuk dalam tepian
lempeng Austalia.

Karena itu, kata, Sukhyar, deposit mangan misalnya di Flores itu harus digali
dalam dulu baru ketemu mangannya, sementara di Timor cukup digali satu atau dua
meter sudah bisa menemukan mangan.

"Karena itu, di Timor masyarakat berlomba-lomba menggali mangan hanya dengan
"tofa" atau linggis saja sudah bisa mengambil mangan. Kekayaan lain Pulau Flores
dan Lembata adalah panas bumi yang jika dimanfaatkan pada tiga tempat, yaitu
Ulumbu, Mataloko, dan Sokoria di Kecamatan Ndona Timur di Ende itu sudah bisa
memenuhi kebutuhan listrik seluruh Flores.

Dan, pemanfaatan panas bumi ini relatif ramah lingkungan," bebernya.
Sukhyar mengungkapkan bahwa data deposit tambang di seluruh NTT beraneka-ragam,
terinci pada tiap kabupaten. "Dan mangan tampaknya tersebar di Flores, Sumba,
dan Timor.

Sayangnya, seberapa besar deposit mangan itu sebenarnya belum diteliti dalam
bentuk tiga dimensi deposit mangan, sampai sedalam apa. Karena tak tahu, di
Timor misalnya orang menggali mangan dalam radius yang makin luas sehingga
kerusakannya tampak cepat meluas.

Dengan kondisi geologi seperti ini, persediaan air permukaan tidak akan banyak,"
urainya.
Sukhyar menambahkan, selama Orde Baru di Indonesia hanya ada sekira 600 izin.
Namun di era reformasi setelah otonomi daerah, sudah lebih dari 10 ribu izin
dikeluarkan di seluruh Indonesia.

Peneliti Ekologi Kepulauan Sunda Kecil, Hendro Sangkoyo menandaskan bahwa
kerusakan alam akibat tambang itu lama sekali dipulihkan. Di Kalimantan misalnya
dibutuhkan waktu pemulihan alami sekitar 150 tahun.

"Kalau alam Flores, Sumba, dan Timor dirusak oleh aktivitas tambang, maka
dibutuhkan waktu 275 tahun untuk bisa memulihkan ekologinya. Pembangunan dengan
paradigma ekonomi ternyata gagal menyelamatkan dunia. Setiap keputusan yang
diambil oleh pengurus publik mesti berfungsi menjamin keselamatan manusia dan
lingkungan hidup.

Artinya keputusan yang menyangkut kepentingan publik mesti memberi rasa aman
kepada manusia," jelasnya.

Hendro mengatakan, kondisi geografis NTT yang merupakan wilayah
kepulauan/pulau-pulau kecil jelas tidak cocok untuk kegiatan/aktifitas
pertambangan, karena jika pulau-pulau kecil itu terus-menerus mengalami proses
penggurunan, maka kebijakan investasi sektor pertambangan akan mempercepat
kirisis sosial ekologis NTT.

Richard Bagun menyebut bahwa ada sebuah fenomena yang aneh di Indonesia. "Di
mana-mana, seperti di Kalimantan dan Papua membuktikan bahwa orang yang paling
dekat dengan sumber kekayaanlah yang paling miskin," kata Rikard.

Bertolak dari hal tersebut, Rikard mengusulkan dua satrategi untuk menolak
pertambangan di NTT, yakni dengan mengumpulkan minimal 1000 tanda tangan orang
NTT di Jakarta, selanjutnya mengadakan aksi protes ke Presiden dan mendesak agar
menghentikan seluruh aktivitas pertambangan di NTT.

Sapto Wahyu Samudro, salah satu investor yang mengelola pertambangan mangan di
Lahurus, Belu menyebut bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan tidak
selamanya terkait dengan perusakan lingkungan.

Karena itu, dirinya telah menyiapkan program pertambangan yang berkelanjutan di
Lahurus dengan memadukan pertambangan yang baik dengan sistem pertanian modern.

Sementara Romo Kristo yang selama ini aktif berjuang menolak tambang di NTT
menyebut bahwa saat ini terdapat 307 izin kuasa tambang yang
dikeluarkan para bupati dan gubernur NTT.

"Hampir semuanya tidak mengikuti peraturan yakni UU Nomor 4 tahun 2009 tentang
Minerba, termasuk UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, dan UU Agraria," kata Romo
Kristo.
Menurut Romo Kristo, sampai saat ini Wilayah Pertambangan (WP) belum dikeluarkan
secara resmi dari Kementerian ESDM.

"Tetapi mengapa pemerintah daerah NTT sudah mengeluarkan ratusan IUP? Karena
itu, hampir dipastikan bahwa semua IUP di NTT ilegal," jelas Romo Kristo.

Romo Kristo mengatakan, penolakan terhadap tambang di NTT bukan karena mereka
alergi dengan tambang, namun semata-mata ingin menjaga dan melindungi
pulau-pulau di NTT yang rentan bencana itu.

"Bagi kami, tambang mempercepat krisis ekologis di NTT. Kalau tidak ditangani
serius, maka pulau-pulau kecil di NTT sedang menghadapi ancaman kepunahan
serius, tidak hanya alam tetapi juga manusia.

Karena itu, kita mendesak Pemprov NTT untuk melakukan langkah-langkah strategis
menyelamatkan pulau-pulau yang ada dari krisis sosial ekologis yang makin
dipercepat oleh investasi pertambangan tanpa memperhatikan karakteristik khusus
pulau-pulau kecil di NTT yang daya dukung lingkungannya terbatas, rawan air dan
bencana juga mengancam krisis pangan," tandas Romo Kristo.

Srilus Belen berpendapat bahwa pertambangan juga bisa dikatakan melanggar HAM.
Ini bisa ditunjukkan dengan melihat akibat dampak negatif pertambangan.
Dalam diskusi itu para peserta bertanya-tanya, ketika tambang di NTT mendapat
penolakan masyarakat, lalu mengapa Gubernur NTT diam?

Menyikapi ini, para narasumber menyarakankan agar Forsab Flobamora segera
mengirim rekomendasi untuk moratorium aktivitas tambang di NTT sampai
persetujuan masyarakat dilakukan dulu. (aln/fmc)

Herry Naif
March 21 at 7:52pm · Like · Dislike · Report
Herry Naif and Trias Widhie like this.
Ade Muhammad TURISME dan KELAUTAN !
March 21 at 8:15pm · Like
Faefneus Insufa Hentikan saja tamabang dan secara serius mengembangkan pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan (kelautan) dan turisme (termasuk ekoturisme).
March 21 at 9:02pm · Unlike ·  2 people
Ade Muhammad memang benar, Ecotourism sama kuatnya dengan Culture tourism
March 21 at 9:03pm · Like ·  1 person
Ade Muhammad Jika ada gambar gambar dari teman teman NTT bisa diposting disini tentang kondisi alam yg menjadi potensi turisme alam. terimakasih
March 21 at 9:15pm · Like
Herry Naif Selalam ini kita terus mengkritis pemerintah tetapi tida digubris. Sedangkan bung Ade nanti saya chek di dokumt saya bila ada saya akan mengirimkan.. Bila tidak saya chek kepada temtan-teman pelaku pariwisata.
March 22 at 12:39am · Unlike ·  1 person
Walhi Ntt Bung Ade, ksep pembangunanyanga ramah lingkungan adalah pariwisata, peternakan, hanya saja belum maksimaldilakukan. Perimintaan itu akan dichek untk diupload jg biar orang tahu tentan potensi parisesata di NTT
March 22 at 1:03am · Unlike ·  1 person

No comments:

Post a Comment