JAYA! RAHAYU - WIDADA - MULYA.
Para Kadang sutresna yang mencintai buminya - INDONESIA NUSANTARA JAYA! TAMAN FIRDAUS! Ijinkanlah penyaji meneruskan hasil renungan tentang bahasan tersebut di atas agar mampu menumbuhkan rasa sesal bila jati diri bangsa itu kita tukar dengan jati dirinya orang lain.
BAGIAN II
SIMBOLISME PANCASILA DALAM TUBUH DIRI KITA
TUHAN YANG MAHA ESA, menciptakan manusia ini dengan begitu sempurnanya, maka tidaklah keliru bila ada sebagian kaum sufisme & atau kaum Kejawen menyatakan bahwa (esensi) kitab suci Al – Qor’an itu terdapat juga dalam setiap diri manusia. QS : Ar – Rum ayat 20 : “Dan sebagian ayatnya Allah, DIA telah menjadikan kamu dari tanah dan kemudian kamu semua menjadi manusia yang berkembang”. Oleh sebab itu manusia dan organ – organnya itulah ayatnya Allah, tangan kita ini “min aayaatillah” dan sebagainya termasuk alam agung ini. Ayat Allah yang paling agung adalah “manusia” itu sendiri. Maka pujangga agung terakhir Nusantara RNg. Rangga Warsito pun dalam kitabnya “Hidayat Jati”, antara lain menguraikan bahwa : bait atau rumah (identik Bait Allah, Injil, Korintus 3 ayat 16 & 17?) yang diperincinya sebagai berikut:
1. Masjidiil Haram, yang merupakan rumah yang dilarang untuk berperang di
sekeliling Ka’bah. Olehnya disimbulismekan berada di “dada”. Dalam dada,
terdapat hati, dalam hati terdapat jantung, di dalam jantung terdapat budi,
di dalam budi terdapat jinem atau pikiran di dalam pikiran terdapat suksma,
dan di dalam sukma terdapat rasa serta di dalam rasa terdapat Aku.
Sementara pendapat lain , secara mikro konon
disitulah terletak Sang Hyang Syiwa sebagai sifat Sang Pendaur Ulang/
Perusak. Hati yang baik maka baiklah semuanya sebaliknya hati yang jahat
maka rusaklah semuanya. Maka hati juga sering disebut sebagai nurani, nur
- aini = mata harinya jiwa!
2. Baitul Makmur (Q : Alam Ghaib), yakni rumah tempat keramaian – KU yang
disimbulkan terdapat pada “kepala manusia”. Di dalam kepala ada dimagh
(otak), di dalam otak ada manik, di dalam manik ada budi, di dalam budi ada
sukma dan di dalam sukma ada rasa serta di dalam rasa bersemayan Aku.
Sementara pendapat lain secara mikro konon terdapat (esensi) Sang
Hyang Wisnu, sebagai sifat Sang Maha Pemelihara. Dengan
menyatunya olah piker dan olah rasa, seseorang akan mengedepankan
sikap mental untuk senantiasa ikut “Memayu hayuning bawana”. Senantiasa
melakukan dharma dan pantang membuat kerusakan sekecil apapun!
identik penciptaan suatu kehidupan yang "rahmatan lil alamin", sebagai
"Kalifah TUHAN SERU SEKALIAN ALAM".
3. Baitul Mukadas, yakni mesjid di Yerussalem yang merupakan tempat nabi
Muhammad memulai perjalanan mi’rajnya. Yakni rumah tempat persucian
–KU yang disimbulkan tempatnya terletak (maaf agak jorok) pada “Konthol”
atau di kalangan penggemar sate kambing disebutnya “torpedo”. Bagi pria di
dalam kantong – kemaluan terdapat pringsilan, di dalam pringsilan terdapat
mani, di dalam mani terdapat madi, di dalam madi terdapat meningkem di
dalam maningkem terdapat rahsa serta di dalam rahsa bersemayam Aku.
Bagi perempuan di dalam Bakqa terdapat imba, di dalam imba terdapat
purana, di dalam purana terdapat nutfah, di dalam nutfah terdapat madi, di
dalam madi terdapat wadi, di dalam wadi terdapat maningkem dan di dalam
maningkem terdapat rahsa serta di dalam rahsa bersemayamlah Aku. Nah
secara mikro disitulah konon letak (esensi percikan) Sang Hyang
Brahma sebagai Sang Pencipta. Oleh sebab itu organ tersensitif tsb. memiliki
daya hidup, daya gerak, inti energi kehidupan yang otomatis dapat hidup
dengan sendirinya baik di luar control maupun dalam control dirinya.
Oleh karnanya “RASA” bagi kearifan budaya Nusantara disebutnya pula sebagai “RASUL”, rasa ya rasul, karena rasalah yang mampu menghubungkan dan atau mengantarkan guna merasakan dan atau mengetahui adanya Kemaha Hadiran – Kemaha Adaan TUHAN SERU SEKALIAN ALAM. Disamping itu setiap diri manusia diyakini ada pemomongnya (pendamping, penjaga, pembantu) yang disebutnya sebagai kakang kawah adi ari – ari, sedulur papat kalima pancer dan atau sebutan lain yang hal tersebut dibenarkan pula di dalam Ajaran Islam QS : Ath – Thariq (86) ayat 4 : “Sesungguhnya masing – masing orang ada penjaganya”.
Perlu dimaklumi bahwa Negara dalam pandangan budaya kearifan local ada dua makna yakni :
Negara secara mikro, adalah diri kita pribadi, badan jasmani & rohani kita sendiri, yang secara anatomis begitu rumitnya dan tak terbayangkan sehingga ilmu kedokteran masih belum mampu menyingkap secara menyeluruh, banyak misteri dan rahasia TUHAN. Oleh sebab itu oleh kaum yang menggeluti dunia batin tubuh kita ini identik dengan Al – Qor’an yang hidup. Yang sering disebutnya “Papan Tanpa tulis namun ada(m) makna kitabnya baqoh gumantung tanpa centhelan (pengikat)”. Contohnya, sekalipun hidung kita tak tertulis namanya, bila seseorang menunjuk pada indera kita, orang seluruh dunia akan mengatakan itu adalah hidung! Badan sebagai Negara binuka, karena hidup manusia seumur hidupnya akan senantiasa terbuka dan menerima berbagai unsure baik dari luar maupun daridalam, termasuk yang baik maupun yang buruk dimana kepala Negara terletak pada kepala kita! Dan seterusnya!
Hidup kita adalah woring ghaib. Bahkan kita lupa bahwa udara; omongan kita – perkataan kita termasuk nafas kita ini adalah ghoib ; rasa berbusana kita itu pun ghoib pula adanya dan begitu banyaknya sehingga justru kita melupakannya.
Ada lagi pemahaman bahwa tubuh dan organ jasmani kita itu hanyalah amanah – NYA, titipan – NYA, sehingga kita tak berhak untuk meminta mata kita berwarna biru, hidung kita agar mbangir dan seterusnya. Bila mata kita sakit kita bingung dan bagaimana agar segera sembuh berapapun ongkosnya, namun dengan jujur, pernahkah kita sekalipun mengucapkan rasa terimakasih kepada mata kita ? dan seluruh organ kita ? sedangkan jasa mereka yang hanya sebagai titipan itu sungguh amat sangat luar biasa! Inilah perlunya “BERTUHAN, secara berkebudayaan” itu yang sejak 1 Juni 1945 seiring lahirnya PANCASILA telah diwasiatkan oleh Bung Karno! Yang tak lain adalah menumbuhkan sikap dan kepribadian yang menjunjung tinggi “RASA (ING) PANGRASA” dengan menggunakan Al – Qor’an sebagai ukuran dan atau petunjuk. Kalau kita tidak dapat berenang ya jangan berenang karena akan tenggelam, kalau dicubit itu sakit ya jangan mencubit, kalau mengatakan kafir itu dapat melukai hati orang lain ya jangan lakukan itu dan lain sebagainya.
Negara secara makro, adalah Negara kita yakni Negara Proklamasi Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan PANCASILA dengan juklaknya dimana Pemerintah & berbagai lembaga tinggi negara sebagai penyelenggaranya agar dapat memenuhi amanat Proklamasi serta amanat penderitaan rakyat agar dapat terwujudnya Sila V sesuai dengan jalan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang terjiwai oleh rasa “Kemanusiaan yang adil dan beradab” demi kuat dan tegaknya “Persatuan Indonesia” gunai memenuhi daulat rakyat yakni
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawratan/perwakilan”. Bukan tanpa pimpinan, yang liberalistic, sebagai ayah dari individualistic kakeknya kapitalisme. Agar cita - cita Proklamasi dan atau amanat penderitaan rakyat "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" itu dapat diwujudkannya. Dan secara malrokosmis adalah Alam semesta raya ini.
Maka masyarakat Jawa pada umumnya agar mau dan mampu menghayati perintah dan larangan – NYA, manunggal dengan Karsa – NYA (jumbuhing kawula lan Gustine) maka banyak paguron “Olah Rasa/batin” atau “Olah Jiwa” (dari unsur api & angin) disamping Olah Raga (raga/fisik dari unsure tanah dan air) yang tak perlu diuraikannya. Maka muncullah ajaran Ilmu Kasampurnan, Ilmu Sangkan paraning dumadi, dsari awal kembali ke awal dan sebagainya.
A.PANCASILA PADA TANGAN KITA
Perlu ditandasakan lagi bahwa ayat TUHAN YANG MAHA ESA, yang paling agung ialah manusia itu sendiri dimana badan jasmani dan rohani kita sebagai ayat TUHAN maka tentunya PANCASILA, sila I tentang “Ketuhanan Yang Maha Esa” bisa pula dirunut di dalam diri kita pula. Bukankah dalam QS : Qaaf (50) ayat 16 : “Sesungguhnya KAMI telah menciptakan manusia, dan KAMI tahu apa yang dibisikkan hatinya kepadanya KAMIlebih dekat kepadanya dari urat lehernya sendiri”.
Dalam kajian ini difokuskan pula pada telapak tangan yang amat misterius karena tak ada satupun manusia yang memiliki garis telapak tangan yang sama sekalipun terlahir kembar dua dan atau tiga sekalipun. Maka lahirlah ilmu Palmistri, membaca rajah tangan yang ditinjau dari segala aspek.
Bukankah TUHAN SERU SEKALIAN ALAM berfirman dalam kitab suci Al – Qor’an bahwa : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” QS. Fushshilat 41:53
1. KEAJAIBAN SIDIK JARI
Penyaji sangat bersyukur di tengah mempersiapkan buku ini tanpa disengaja mendapat tambahan referensi dari dunia maya yang bersumber dari :
http://www.kafemuslimah.com/. Sayang gambar - gambarnya tidak/belum dapat di copy - paste disini.
Mukjizat Allah, Tanda 99 (Asmaul Husna) pada Telapak Tangan.Tahukah kita bahwa : garis utama kedua telapak tangan kita, (lihat gambar), bertuliskan dalam angka Arab yaitu : |/\ pada telapak tangan kanan, artinya : 18 dan /\| pada telapak tangan kiri, artinya : 81 Jika kedua angka ini dijumlahkan, 18+81 = 99 Sembilan puluh sembilan adalah jumlah nama/sifat Allah, Asmaul Husna yang terdapat dalam Al-Quran!.Bila 18 dan 81 ini dirangkaikan, maka terbentuk angka 1881.Angka ini adalah angka kelipatan 19 yang ke-99 ! ( 19 x 99 = 1881 ) Seperti diketahui angka 19 adalah fenomena tersendiri dalam Al-Qur’ an, yang merupakan bukti kemukjizatan Al-Quran.Tahukah anda, bahwa ruas-ruas tulang jari (tapak tangan maupun telapak kaki) anda, terkandung jejak-jejak nama Allah, Tuhan yang sebenar pencipta alam semesta ini. Untuk membuktikan bisa didemonstrasikan bersama.
Seyogyanya perhatikan salah satu talapak tangan kita (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi dengan seksama:
bahwa jari kelingking ==> membentuk huruf Alif jari manis, jari tengah, & jari telunjuk ==> membentuk huruf Lam (double) jari jempol (ibu jari) ==> membentuk huruf Ha’ = Alip lam – Lam Ha = ALLAH!
Ilmu pengetahuan modern menyingkap banyak hal yang membuat keimanan seorang mukmin terhadap keterangan Al Qur-an semakin mantap. Ayat-ayat Allah di dalam Al Qur-an menjadi benar-benar jelas tergambar dan terbukti kebenarannya manakala kita melihat bukti-bukti nyata dalam alam semesta dan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam kasus pembunuhan misalnya, Polisi dapat mengidentifikasi kejahatan berdasarkan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang berbeda satu dengan lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk membuktikan kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik jari yang ada dalam tubuh korban. Maka si penjahat tidak dapat memungkiri perbuatannya di hadapan polisi. Karena itu pula seorang yang mau menggunakan ATM (Anjungan tunai Mandiri) di masa depan mungkin tidak perlu lagi menggunakan kode-kode PIN yang perlu dia ingat. Cukup dengan menaruh telapak tangan di atas mesin yang dapat mengidentifikasi dirinya. Jumlah uang yang diinginkan pun tidak perlu ditekan-tekan lagi tetapi cukup dengan diucapkan dan komputer akan menerjemahkannya dalam bahasa angka. Berapa jumlah uang yang Anda minta akan diberikan & uang direkening Anda akan dipotong dengan sendirinya.
Pintu rumah di zaman yang akan datang tidak perlu lagi dikunci dengan alat kunci tradisional tetapi bisa dibuka oleh alat sensor yang hanya mengenal jari-jari orang tertentu saja… Demikian juga stir mobil akan mengenal hanya pengemudi tertentu saja karena ada sensor yang mengenal jari pemiliknya.
Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah yang menyatakan bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk dituntut di yaumil akhir nanti.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 36. Yaasin:12)
Itulah kutipannya.
Dan bagi bangsa Indonesia ini sangat bersyukur karena lambang angka 1881 merupakan angka tahun 1881 Saka yang justru di jaman pra kemerdekaan telah dijadikan suatu ramalan : “Nanti pada tahun Saka yang angka tahunnya sama, tanah Indonesia kembali dikuasai oleh putranya”. Terenyata itu tahun 1881 dimana Pemerintahan Belanda mengakui dan menyerahkan kedaulatannya kepada RI. Yang diwakili oleh Sri Sultan HB IX bertepatan dengan tahun 1949, suatu perjuangan panjang leluhur Mataram semenjak Sultan Agung (1614 - 1645) mengusir penjajahn VOC Belanda dengan menggempur Batavia pada 1628 dan 1629, sekalipun Sultan Agung yang bergelar Sidik Paningal tahu akan kalah toh tetap dilakukannya agar semata - mata jiwa patriotisme, jiwa kesatria dengan motto " SA DUMUK BATHUK SANYARI BHUMI NEDYO DITOHI PATI" itu dapat dipegang teguh oleh anak turun MATARAM yang oleh Bung Karno yang juga (konon) bernama BRM. RM Sunan Joyo Kusumo diartikan dari kata " Mutter dalam bahasa Jerman yang berarti IBU, Mother dalam bahasa Inggris yang berarti IBU, Moerder dalam bahasa Belanda yang berarti IBU, mater dalam bahasa latin yang berarti IBU. Mataram berarti IBU. Demikian kita cinta kepada bangsa dan tanah air dari jaman dulumula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan MATARAM". (Apa sebab Negara Republik Indonesia berdasarkan PANCASILA, Amanat PJM. Presiden Soekarno pada 24 September 1955, di Surabaya. Hal 18 -19).
Disamping itu tangan yang normal memiliki ruas masing – masing sebanyak 14 buku dan 1 pergelangan tangan, tangan kanan dan kiri = 30 , bisa jadi itu merupakan alegoris dari jumlah juz yang 30 ? dalam Al - Qor'an ?.
BERSAMBUNG
Sriwidada Putu Gedhe Wijaya
March 14 at 11:31am · Unlike · Report
You and Edi Estebe like this.
No comments:
Post a Comment