(Dicuplik dari Hendarmin Ranadireksa, "VISI BANGSA. Gudang Pangan, Tujuan Wisata, dan Paru-paru DUNIA", Permata Artistika, 2000)
C. Hutan Tropis sebagai Paru-paru Dunia.
Tidak perlu dan tidak ada gunanya mengingkari rusaknya hutan di Indonesia. Berdasarkan data satelit tidak kurang dari 12,5 juta Ha pertahun kerusakan hutan Indonesia jauh diatas angka 1,2 juta Ha pertahun seperti yang dilaporkan instansi resmi pemerintah, demikian menurut fakultas kehutanan UGM seperti luas diberitakan media cetak dan elektronik. Eksploitasi hutan, dengan menebang pohon kemudian menjual log dilakukan cenderung liar dan buas. Para pemegang HPH hampir tidak memiliki sense of belonging bahwa lahan garapannya adalah juga milik bangsa, milik seluruh umat manusia, dan milik masa depan. Dalam bayang-bayang kekuatan Jakarta sebagai kekuasaan sentral tempat bersemayam para pemegang HPH yang berasal da/atau yang berkolaborasi kekuasaan praktis telah memandulkan kemampuan penguasa dan birokrasi setempat untuk melakukan pengawasan secara benar. Alih-alih melakukan pengawasan, tidak sedikit diantaranya kemudian ikut menikmati kesemrawutan sistem. Aneka ragam flora-fauna terancam, dan sebagian sudah, punah. Banyak dan teramat banyak keragaman hayati, flora dan fauna, yang belum tersentuh manusia dan/atau ilmu pengetahuan, yang karenanya belum diketahui potensi apa saja yang terkandung didalamnya.
Mengumandangkan program pelestarian hutan sudah pasti akan disambut oleh komunitas global dengan suka cita. Indonesia akan dihargai karena memberi sumbangan nyata bagi keseimbangan ekosistem. Hutan Kalimantan, Sulawesi, dan Papua akan dengan aman dan mantap berfungsi sebagai salah satu paru-paru dunia.[i] Konsekuensi logis dari program pelestarian hutan adalah harus ditelaah daya dukung optimal sejauh mana eksploitasi hutan bisa dilakukan. Eksploitasi hutan harus terkendali. Perlu dikaji ulang oleh pemerintah kepada siapa saja ijin eksploitasi hutan layak diberikan.
Dampak psikologis dari program pelestarian hutan adalah masyarakat Indonesia menyadari arti penting ekosistem. Tercipta suasana cinta lingkungan di kalangan masyarakat. Tercipta iklim built in control mechanism yang pada gilirannya pabrik-pabrik penyumbang polusi dan limbah akan tersadarkan bahwa memelihara lingkungan adalah bagian dari kebutuhan bisnis jangka panjang. Dampak strategis lain adalah terbebasnya Indonesia dari kemungkinan embargo Internasional akibat pemberlakuan eco labelling yang mensyaratkan industri ramah dan peduli lingkungan bila tetap hendak bergabung dalam pergaulan ekonomi dunia WTO.
Di sisi lain dunia pun mahfum akan kondisi Indonesia yang sarat utang yang karenanya tidak akan mampu untuk melakukan reboisasi besar-besaran, secara sendiri. Demi kelangsungan hidup dan kehidupan umat manusia tidak akan tinggal diam. Mereka, melalui pendekatan jujur dan tulus dapat dipastikan akan ikut membantu terwujudnya program mulia tersebut.
Gudang Pangan Dunia, Tujuan Wisata Dunia dan Pelestarian Hutan (untuk O2 Dunia) adalah VISI BANGSA untuk hal mana bangsa Indonesia, dalam satu kesatuan wilayah, dapat menapaki perjalanan panjangnya dalam sebuah koridor dan arah yang jelas. Masyarakat menjadi tahu dan mengerti apa yang menjadi obsesi bangsa, masyarakat menjadi tahu apa yang harus dikerjakan. Dari visi tersebut dapat dirasakan kesejahteraan –lain sekali artinya dengan kekayaan– tidak selalu identik dengan kepulan asap dan sesak nafas akibat racun gas buangan melalui knalpot mobil yang memadati lalulintas kota. Mereka, yang di luar Jawa, melihat dengan jelas arti penting peran dan kehadirannya dalam konteks ke Indonesiaan. Luar Jawa ke depan menjadi bagian dari subyek yang berkontribusi pada keutuhan wilayah. Merka, luar Jawa, tidak lagi menjadi sekedar obyek yang dirasakan sebagai ‘pemerasan’oleh Pulau Jawa, hal yang telah lama menimbulkan kemarahan terpendam yang berujung pada keinginan melepaskan diri dari cengkeraman penguasa/kekuasaan Jakarta.
Visi Bangsa adalah saripati kemauan, kehendak, cita-cita, dan tekad bangsa. Di sana menggumpal konsentrasi, potensi dan energi bangsa yang akan memunculkan jatidiri bangsa secara jelas dan gamblang. Di pihak lain bagi investor dalam dan luar negeri akan memiliki kejelasan, investasi apa yang akan mereka tanamkan di Indonesia. Komunitas internasional juga akan langsung paham dan menjadi yakin, bagaimana dan/atau dengan apa Indonesia akan membayar kembali utang-utangnya. Tidak kurang penting dari itu semua, dunia mengetahui apa arti dan peran Indonesia dalam pergaulan bangsa-bangsa.
Apabila visi bangsa yakni berupa cita-cita dan target bangsa yang ingin menempatkan Indonesia berfungsi sebagai Gudang Pangan Dunia, Tujuan Wisata Dunia dan Paru-paru Dunia telah menjadi kesepakatan bersama, artinya telah menjadi KONSENSUS NASIONAL.
Selanjutnya untuk merealisasikannya Visi Bangsa perlu diterjemahkan ke dalam Visi Politik, Visi Ekonomi dan Visi Budaya sebagai pengejawantahan ‘reformasi total’ yang dikehendaki bangsa lewat tuntutan mahasiswa. Keseluruhan visi harus menjiwai konstitusi negara.
Dalam memapaki globalisasi, yang berarti masuk dalam pergaulan bangsa-bangsa, konstitusi Indonesia perlu dengan serius memperhatikan 3 tuntutan global yakni HAM, Demokratisasi dan Lingkungan Hidup, terlepas dari tuntutan tersebut adalah juga bagian dari tuntutan reformasi. Ketiga materi tuntutan tersebut harus terakomodasi dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Indonesia.
[i] Ketika tulisan ini dibuat (1999-2000) belum ada isu “pemanasan global (global warming)” yang kini mulai meresahkan banyak negara di dunia. Pemanasan global terjadi a.l. oleh penggundulan hutan di sejumlah tempat di dunia dan terus meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil yang telah melampaui daya dukung alam khususnya oleh negara-negara industri dan negara yang tengah menuju menjadi negara industri.
Hendarmin Ranadireksa
Wednesday at 2:30pm · Unlike · Report
You, Denni Hopkins Full II, Santoz Djant and Hamdhi Anwar like this.
No comments:
Post a Comment