Dicuplik dari Hendarmin Ranadireksa, "VISI BANGSA. Gudang Pangan, Tujuan Wisata, dan Paru-paru DUNIA", Permata Artistika, 2000)
1. Prinsip penyelenggaraan negara yang berbasis pada kedaulatan rakyat.
1.1 Rakyat berdaulat dan tidak bisa diwakilkan menentukan kepala negara dan/atau kepala pemerintahan.
1.2 Rakyat berdaulat dan tidak bisa diwakilkan menentukan wakil-wakilnya untuk mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan.
1.3 Rakyat berdaulat dan tidak bisa diwakilkan menentukan dan memilih kembali pimpinan negara dan/atau pimpinan pemerintahan, berdaulat dan tidak bisa diwakilkan memilih kembali wakil-wakilnya. Rakyat berdaulat dan tidak bisa diwakilkan menentukan dan memilih kembali pimpinan negara atau pimpinan pemerintahan, berdaulat dan tidak bisa diwakilkan memilih kembali wakil-wakilnya.
1.4 Rakyat bebas berserikat atau tidak berserikat (partai politik, Organisasi kemasyarakatan (Ormas/LSM), dll.
1.5 Rakyat bebas mengeluarkan pendapat baik secara individu, kelompok atau lewat mass-media. Rambu-rambu hanya ada pada KUHP (pidana) dan KUHP (perdata), bukan oleh aturan yang dibuat presiden (Kepres) apalagi menteri (Kepmen).
2. Pemisahan Kekuasaan atau Pembagian Kekuasaan
Azas Trias Politika adalah pembagian/pemisahan kekuasaan antara lembaga tinggi penyelenggaraan negara yang merupakan tiga pilar demokrasi, yaitu:
2.1 Legislatif, membuat hukum dan perundang-undangan (to make the law).
2.2 Eksekutif, menjaga & melaksanakan aturan hukum (to take care the law).
2.3 Judikatif, menilai dan memberikan sanksi pelanggar hukum (to judge the law).
Dalam konteks negara modern, para pakar ketatanegaraan sepakat menambahkan dengan pilar ke-4, yaitu:
2.4 Pers bebas yang tidak lain adalah suara rakyat untuk mengontrol poin 1, 2, 3 diatas.
Poin 1, 2 , 3, 4 diatas adalah untuk terciptanya sistem checks and balances yang mutlak diperlukan dalam pemerintahan demokrasi.
3. Lembaga Perwakilan Rakyat/Parlemen
Parlemen di negara yang memiliki beragam aspirasi politik/ideologi dan beragam aspirasi kewilayahan perlu terdiri dari dua kamar yaitu : DPR/Parlemen atau Majelis Rendah dan Senat atau Majelis Tinggi:
3.1 Majelis Rendah
o Lembaga tempat wakil-wakil rakyat memperjuangkan aspirasi ideologi, visi atau konsep yang berskala nasional.
o Wakil-wakil rakyat dipilih lewat pemilu sistem distrik (jumlah distrik sama dengan jumlah kursi di DPR/Majelis Rendah) atau sistem proporsional (perolehan kursi didasarkan atas jumlah perolehan suara dalam skala nasional).[i]
3.2 Majelis Tinggi
Lembaga tempat wakil-wakil rakyat (senator/utusan daerah) memperjuangkan aspirasi kewilayahan dan menjaga kepentingan wilayah.
Wakil-wakil rakyat (senator/utusan daerah) dipilih langsung oleh rakyat lewat pemilu (sistem distrik atau sistem proporsional per provinsi). Wakil-wakil rakyat bertindak untuk dan atas nama kepentingan wilayah yang diwakili menyuarakan aspirasi wilayah. Oleh fungsinya yang demikian, kendati berasal dan/atau diusulkan partai anggota majelis tinggi tidak bisa di recall partai pengusung kecuali lewat pemilu di wilayah/provinsi bersangkutan.
4. Kepala Negara dan atau Kepala Pemerintahan.
Atas dasar prinsip demokrasi yang berkedaulatan rakyat, maka kedaulatan tidak bisa diwakilkan. Apabila sistem pemerintahan yang dipilih sistem presidensial, maka presiden adalah kepala negara yang juga merangkap sebagai kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden harus dalam satu paket dan satu kesatuan unsur. Calon presiden dan wakil presiden dipilih rakyat dalam pemilu atas dasar tawaran visi & program yang akan dilaksanakan bila dirinya terpilih. Apabila sistem pemerintahan yang dipilih adalah parlementer maka presiden selaku kepala negara bisa dipilih oleh parlemen (majelis tinggi, dalam sistem bikameral atau oleh DPRD provinsi (negara kesatuan) atau DPR negara bagian (negara serikat). Namun, untuk Perdana Menteri mutlak harus melalui pemilu nasional tempat dimana partai peserta pemilu dengan ideologi masing-masing yang menjajagakan pimpinan partai bertarung untuk meraih suara terbanyak sebagai prasyarat menduduki kepala pemerintahan (Perdana Menteri).
Presiden, selaku kepala negara, dalam sistem presidensial maupun dalam sistem parlementer, atas kesepakatan parlemen, adalah satu-satunya figur yang berhak menyatakan perang, menyerah, dan menandatangani akta perdamaian.[ii]
5. Tentang Kepartaian
5.1 Partai harus memiliki visi dan/atau ideologi tentang bagaimana dan dengan apa membangun negara.
5.2 Dalam sistem presidensial, partai mengajukan calon presiden (calon wakil presiden dipilih calon presiden dari partai yang sama). Selanjutnya calon presiden menawarkan visi dan program tentang apa yang akan dilakukan dirinya apabila ia memenangkan pemilu.
5.3 Dalam sistem parlementer, partai bertarung dengan partai-partai lainnya menawarkan visi dan program partainya dalam pemilu, tentang apa yang akan dilakukan pemerintah apabila partainya memenangkan pemilu.
Catatan:
Sudah harus ditinggalkan penonjolan pribadi/perorangan berdasarkan etnis, suku, agama, atau menggantungkan diri pada garis keturunan. Demokrasi tidak mengenal kultus individu.
6. Tentang Hukum dan Perundang–undangan.
6.1. Hukum harus memenuhi syarat mampu memenuhi rasa keadilan. Makna supremasi hukum harus dimaknai secara benar. Supremasi hukum tidak boleh terjebak menjadi supremasi penguasa yang menggunakan hukum dan perangkat hukum untuk menjustifikasi kebijakannya yang menyimpang dari rasa keadilan dan/atau yang justru melanggar hukum. Supremasi hukum dalam negara demokrasi tidak boleh di atas supremasi demokrasi.
Bagi negara yang menjunjung demokrasi membuka lebar ruang bagi adanya pergeseran nilai dan/atau perubahan sistem. Nilai dalam kehidupan manusia terus bergerak, tunduk pada hukum ruang dan waktu. Karenanya ‘mematok’ kebenaran hukum yang tertulis dan menafikan kemungkinan adanya pergeseran nilai dalam masyarakat, berpotensi untuk terjadinya distorsi dalam pelaksanaan.
6.2. Mutlak dilakukan pengkajian atas materi KUHP (pidana) dan KUHP (perdata) dan sistem peradilan yang berlaku dan diberlakukan. Orde Lama (era 1959-1965) dan era Orde Baru (1966-1998) menempatkan hukum dan sistem peradilan sebagai bagian dari alat kekuasaan.[iii] Dalam perkembangannya hukum dan institusi peradilan menjadi mangsa mafia peradilan. Hukum berkembang lagi selain sebagai alat kekuasaan juga menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan.
6.3. Mutlak diberlakukan azas persamaan di depan hukum (equality before the law).[iv] Perlu dipertanyakan manfaat adanya “Peradilan Koneksitas”. Pengadilan militer hanya berlaku untuk militer mengadili kasus yang berkait dengan militer.
6.4. Legislatif adalah lembaga pembuat undang-undang. Untuk negara yang berbasis pada kedaulatan rakyat, usulan undang-undang boleh saja diusulkan eksekutif ataupun, berasal dari usulan anggota masyarakat, tidak boleh hanya menjadi milik anggota legislatif. Fungsi legislatif adalah mengolah, mengkaji, meningkatkan usulan undang-undang menjadi rencana undang-undang hingga menjadi undang.
Konstitusi di sejumlah negara menetapkan apabila rencana undang-undang yang disosialisasikan legislatif mendapat reaksi keras dari publik, bisa/biasa diajukan ke publik untuk disetujui atau tidak disetujui, melalui refrerendum. Di Swiss, bahkan, setiap undang-undang harus melalui referendum.
[i] Dalam sistem presidensial, anggota parlemen, lebih sebagai wakil rakyat ketimbang sebagai wakil partai, oleh karenanya partai tidak bisa merecall kadernya. Sebaliknya dengan sistem parlementer, anggota parlemen adalah kader yang mewakili partai, wakil-wakil rakyat bertindak untuk dan atas nama partai (partai adalah rakyat yang berserikat) dan karenanya dimungkinkan untuk di recall.
[ii] Karenanya, ganjil dan janggal adanya jabatan Panglima TNI yang membawahi seluruh kesatuan militer dalam suatu negara. Fungsi panglima (commander) adalah memberi komando (to command) pada unsur di bawahnya. Maka, tidak boleh ada kemungkinan sekecil apapun keluar perintah perang selain dari Kepala Negara. Negara yang memiliki wilayah luas, apalagi dengan pulau-pulau tersebar seperti Indonesia, perlu memiliki militer besar dan kuat. Kendati demikian jabatan tertinggi kemiliteran hanya sebatas kepala staff (chief of staff) gabungan membawahi KASAD, KASAL, KASAU. Panglima Gabungan (Join Commander) yang membawahi angkatan darat, laut, dan udara hanya untuk teritorial/wilayah tertentu, yang kedudukannya di bawah KASAD, KASAL, dan KASAU.
[iii] Di era Orde Lama jabatan Ketua Mahkamah Agung adalah menteri di bawah Menko (Menteri
Koordinator) dan Menko di bawah di bawah Waperdam (Wakil Perdana Menteri. Perdana Menteri adalah juga Presiden (selaku Perdana Menteri).
[iv] Equality before the law perlu diganti dengan The law abiding the citizen (hukum untuk seluruh warganegara) demikian menurut Todung Mulya Lubis dalam Temu Ilmiah Mahasiswa Hukum di UGM Jogja
Hendarmin Ranadireksa
Wednesday at 3:09pm · Like · Report
Denni Hopkins Full II and Mbah Barong like this.
No comments:
Post a Comment